Suara.com - Tim kurator yang ditunjuk untuk menangani kasus pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mengungkapkan kekecewaannya atas kurangnya perhatian pemerintah Presiden Prabowo Subianto dalam upaya penyelamatan perusahaan tekstil tersebut.
Janji yang sering diutarakan para menteri Prabowo dinilai tak serius dan hanya 'omon-omon' belaka.
Nurma C.Y. Sedikin, perwakilan tim kurator, menyatakan bahwa hingga saat ini, tim kurator belum pernah diundang secara resmi oleh lintas kementerian untuk membahas solusi penyelamatan Sritex.
"Kami merasa sepertinya belum ada (langkah penyelamatan). Selama ini kami selaku kurator belum pernah diundang secara resmi dari lintas kementerian untuk mencari solusi bagaimana penyelamatan Sritex," ungkap Sedikin pada Senin malam (13/1/2025).
Baca Juga: Minyakita Mahal! Kebijakan 'Wajib Pungut' Sri Mulyani jadi Tumbal Kemendag Saat Rakor Inflasi
Ketidakhadiran pemerintah dalam upaya penyelamatan Sritex ini dinilai menghambat proses restrukturisasi perusahaan dan berpotensi memperparah kondisi para pekerja yang terdampak.
Tim kurator berharap pemerintah dapat mengambil peran yang lebih aktif dalam mencari solusi terbaik untuk menyelamatkan Sritex dan menjaga keberlangsungan industri tekstil nasional.
Tim kurator berharap pemerintah dapat segera membentuk tim khusus yang melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk perwakilan dari perusahaan, pekerja, dan para kreditur, untuk membahas secara intensif langkah-langkah penyelamatan Sritex.
Menurutnya jika tidak ada langkah serius, kondisi ini berpotensi memberikan dampak yang sangat besar bagi ribuan pekerja Sritex yang saat ini menghadapi ketidakpastian akan masa depan pekerjaan mereka.
Selain itu, kegagalan dalam menyelamatkan Sritex juga dapat memberikan dampak negatif terhadap industri tekstil nasional secara keseluruhan.
Baca Juga: Kemendag Sebut Kebijakan Sri Mulyani Biang Kerok Harga Minyakita Mahal
Diketahui empat perusahaan tekstil besar di Indonesia, yakni Sritex dan tiga anak perusahaannya, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024.
Total utang yang harus ditanggung oleh perusahaan mencapai angka yang sangat besar, yaitu Rp 32,6 triliun. Kondisi ini membuat kurator Sritex terpaksa akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kepada para buruh pekerja.