Suara.com - Berdasarkan data firma riset, jumlah operator restoran mi ramen di Jepang yang bangkrut pada tahun 2024 mencapai rekor.
Hampir 34 persen dari sekitar 350 bisnis restoran ramen yang disurvei oleh Teikoku Databank melaporkan bahwa mereka mengalami kerugian pada tahun fiskal 2023.
Hal ini dikarenakan reputasi makanan denga menaikkan harga di tengah melonjaknya biaya bahan dan utilitas.
Namun dengan biaya bahan baku pada tahun 2024 per Oktober yang naik rata-rata lebih dari 10 persen dari tahun 2022, para pebisnis harus menaikkan harga mendekati 1.000 yen.
Baca Juga: Kebakaran Los Angeles Panggang Saham Asuransi di AS, Potensi Bangkrut Massal Meningkat
Takatoyo Sato, manajer restoran mi Menkoi Dokoro Kiraku di distrik bisnis Shimbashi di ibu kota, mengatakan bahwa ia terakhir kali menaikkan harga pada bulan Mei 2024 sebagai respons terhadap pengetatan kondisi bisnis.
"Saya tidak bisa ragu untuk menaikkan harga, kalau tidak kami akan merugi," kata pria berusia 52 tahun dilansir JapanToday, Senin (13/1/2024).
Sato mengatakan keputusan itu tidak diterima dengan baik oleh semua pelanggan tetapnya. "Kebiasaan makan pasti menurun setelahnya. Orang-orang tidak mengatakannya, tetapi mereka pikir itu hanya ramen yang tidak akan berubah harganya," katanya,
Sementara itu, Munayoshi Suzuki, warga Tokyo berusia 34 tahun, mengatakan menurutnya pengunjung restoran telah "dimanjakan" oleh harga yang murah. Serta makanan adalah "barang yang tidak penting" yang lebih mirip dengan rokok atau alkohol.
Hingga tahun 2025, Teikoku Databank mengatakan kebangkrutan dapat terus berlanjut, dengan usaha kecil dan menengah kemungkinan akan lebih enggan daripada jaringan yang lebih besar untuk merevisi harga menu mereka.
Baca Juga: PT Indah Karya, BUMN Pembuat Stadion Patriot Bekasi dan RSCM Ini Bakal Bangkrut
Sato juga mengatakan menurutnya pelanggan belum dapat diyakinkan untuk membayar lebih dulu. "Kita berdoa saja agar biaya tidak naik lebih tinggi tahun ini," tandasnya