Suara.com - Polemik soal kewenangan Prof Bambang Hero Saharjo terus bergulir. Setelah diadukan oleh Andi Kusuma, Ketua Perpat Bangka Belitung ke Polda Bangka Belitung (8/1/2025) dengan tudahan pemalsuan keterangan terkait hasil audit kerugian keuangan negara Rp271 triliun dalam kasus timah di Bangka Belitung, giliran Prof Bambang Hero yang melaporkan balik ke Kejaksaan Agung.
Dalam penjelasannya ke media, Bambang menegaskan bahwa ia diminta langsung oleh penyidik Kejagung untuk menghitung kerugian tersebut.
“Berdasarkan Permen LH No 7 Tahun 2014 saya dan Pak Basuki Wasis dihitung sebagai ahIi lingkungan yang sah untuk melakukan perhitungan ini,” ujar Bambang dikutip Senin (13/1/2025).
Sikap Bambang Hero itu diperkuat dengan pernyataan Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung. Menurut Harli Pengadilan telah menetapkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun dan mendukung dakwaan jaksa.
Baca Juga: Jerat Puluhan Tersangka, KPK Sita Properti Rp8,1 Miliar Terkait Skandal Korupsi Dana Hibah Jatim
Putusan pengadilan sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan adanya kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dalam kasus tersebut.
“Iya semua pihak harus taat asas. Ahli memberikan keterangannya atas adasar pengetahuannya yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara. Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan jaksa penyidik,” ujar Harli.
Penjelasan Harli Siregar dan pengakuan Bambang Hero bahwa ia diminta oleh penyidik itulah yang kemudian diprotes dan dinilai sebagai penyimpangan hukum.
Kuasa Hukum mantan Dirut PT Timah Mochtar Riza Pahlevi, Junaedi Saibih, menjelaskan sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2014 disebutkan bahwa ahIi harusnya ditunjuk oleh pejabat eselon I yang tugas dan fungsinya bertanggung jawab di bidang penataan hukum lingkungan Instansi Lingkungan Hidup Pusat atau pejabat eselon II Instansi Lingkungan Hidup daerah.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad), Romli Atmasasmita dalam kesaksiannya pada salah satu sidang terkait perkara timah ini menilai, penghitungan kerugian negara seharusnya hanya dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Ini bertentangan dengan klaim Bambang Hero yang menyebut dirinya punya kompetensi untuk melakukan penghitungan kerugian.
Baca Juga: Ngeri! Bocah 5 Tahun Hilang Diterkam Buaya Saat Mandi di Bekas Tambang Timah
Terkait Kompetensi Prof Bambang Hero Saharjo, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Tahun 2011 – 2014 menegaskan bahwa Permen LH N0 7 Tahun 2014 yang ditandatanganinya selaku menteri disusun secara cermat disertai kajian akademik.
Dikonfirmasi tentang ketentuan Pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2014 bahwa ahIi harusnya ditunjuk oleh pejabat eselon I yang tugas dan fungsinya bertanggung jawab di bidang penaatan hukum lingkungan Instansi Lingkungan Hidup Pusat atau pejabat eselon II Instansi Lingkungan Hidup daerah, bukan ditunjuk atau diminta penyidik, mantan Menteri Hukum dan HAM yang menandatangani Permen LH N0 7 Tahun 2014 menjawab tegas harus sesuai dengan yang tertera dalam aturan hukum tersebut.
“Sepanjang tidak ada perubahan maka tetap berlaku seperti yang tertera dalam aturan tersebut. Tidak bisa ditafsirkan lain. Permen itu disusun dengan kajian, tidak asal-asalan,” pungkas Amir Syamsuddin.
Amir menegaskan sesuai dengan Permen LH N0 7 Tahun 1014 maka kewenangan untuk melakukan audit itu merupakan domein pejabat dilingkungan instansi lingkungan hidup, bukan kewenangan penyidik.