Suara.com - Chief India and Indonesia Economist HSBC Global Research, Pranjul Bhandari mengatakan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) membutuhkan biaya besar.
Hal ini bisa membuat ekonomi Indonesia tidak stabil dikarenakan terlalu mengeluarkan banyak anggaran untuk MBG.
"Tantangan dalam skema makanan bergizi gratis adalah bagaimana menjadikannya bermanfaat bagi anak-anak, tetapi pada saat yang sama tidak terlalu mengeluarkan biaya besar hingga menyebabkan ketidakstabilan ekonomi,” ungkap Pranjul dalam kegiatan HSBC: Indonesia & Asia Investment & Economic & Investment Outlook 2025, Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Dia meminta agar bahan baku yang digunakan untuk program makan gratis menggunakan bahan lokal. Ini bisa menekan anggaran untuk program tersebut.
"Di India, makanan yang diberikan kepada penerima skema MBG sebagian besar berasal dari hasil bumi lokal, yang pada akhirnya mendukung efisiensi biaya tetapi tetap memberikan manfaat gizi yang optimal," jelasnya.
Sementara itu, James Cheo, Chief Investment Officer, Southeast Asia and ASEAN for Private Banking and Wealth Management HSBC, memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 6 besar negara ASEAN (ASEAN-6) akan mencapai 4,8% di tahun 2025.
Angka ini lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN, yaitu 4,4%. Pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi dan investasi dalam negeri yang kuat.
Sekitar 60% dari total ekonomi ASEAN berasal dari konsumsi masyarakat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi risiko penurunan ekspor di tengah ketidakpastian perdagangan global pada tahun 2025.
“Di ASEAN, negara-negara yang berhubungan kuat dengan ekspor teknologi terkait kecerdasan buatan (AI), akan menikmati siklus pertumbuhuan teknologi global yang sedang berlangsung," bebernya.
Baca Juga: Menteri Bappenas Bingung, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Mandek di 5% Selama 20 Tahun Terakhir
Ekonomi ASEAN tetap menjadi penerima manfaat dan pergeseran arus perdagangan dan reorientasi rantai pasokan yang didorong oleh pembatasan perdagangan AS dan tarif.