Suara.com - Investor dan pengelola Jakarta Convention Center (JCC), PT Graha Sidang Pratama (PT GSP), mengungkapkan kekinian tidak bisa menjalankan kontrak-kontrak dengan klien dan mitra bisnis yang sudah diteken sebelum kontrak berakhir pada 21 Oktober 2024 lalu.
Hal ini setelah sejumlah akses menuju Jakarta Convention Center (JCC) telah ditutup dan pintu menuju ruang-ruang pertemuan digembok oleh pengurus dari PPKGBK, sejak pekan lalu.
Tindakan penutupan akses dan gembok pintu tersebut tanpa disertai surat perintah maupun keputusan pengadilan sebagaimana prosedur terhadap obyek sengketa
"Semua yang dijalankan PT GSP ini adalah kontrak lama, karena banyak klien dan mitra bisnis yang melakukan kegiatan berulang. Makanya sejak tahun 2022 dan juga Maret 2024 PT GSP sudah memasukkan penawaran perpanjangan kerjasama sebagaimana perjanjian tahun 1991, tetapi tidak ditanggapi PPKGBK. Selama 30 tahun lebih mengelola JCC kami selalu patuh dan tunduk pada ketentuan yang berlaku," ujar kuasa hukum PT GSP, Amir Syamsuddin seperti dikutip, Rabu (8/1/2025).
Baca Juga: Pemerintah Reklamasi Gedung Jakarta Convention Center untuk Cegah Kerugian Negara
Semmentara, Majelis hakim sidang gugatan PT Graha Sidang Pratama (PT GSP) terhadap Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK), meminta para pihak untuk dapat menahan diri dan tidak melakukan tindakan yang saling merugikan sampai persidangan selesai.
Hal tersebut disampaikan hakim Herdiyanto Sutantyo saat memimpin sidang pembacaan gugatan PT GSP kepada PPKGBK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/1).
"Kami mendukung dan menyampaikan apresiasi atas himbauan majelis hakim, karena faktanya saat ini masih terjadi sengketa atas klausul perjanjian tahun 1991 yang ditandatangani para pihak. Tindakan pengambilalihan obyek sengketa secara paksa jelas merupakan pelanggaran hukum," kata Ami
Dia mengatakan, bahwa perjanjian kerjasama BOT tersebut berakhir pada 21 Oktober 2024. Namun pihaknya telah mengajukan surat permohonan perpanjangan perjanjian Kerjasama tersebut sejak 26 April 2022 untuk 15 tahun lagi sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Perjanjian Kerjasama tersebut. Namun atas permohonan perpanjangan tersebut, PPKGBK menyatakan tidak akan memperpajangnya dan akan mengelola sendiri.
Menurut Amir, alasan PPKGBK tidak memperpanjang kontrak kerja sama dengan PT GSP tidak beralasan hukum. Selain bertentangan dengan kontrak BOT itu sendiri dan Peraturan Menteri Keuangan tentang BLU, juga alasan PPKGBK akan mengoptimalisasi aset JCC tersebut tidak masuk akal. Sebab selama lebih dari 30 tahun, PT GSP telah berhasil melakukan optimalisasi pengelolaan aset dan memberikan setoran kepada kas negara yang cukup besar, dan memberikan efek ekonomi kepada pelaku usaha lainnya.
Baca Juga: PPKGBK Tegaskan Pengamanan Gedung JCC Sesuai Ketentuan
Selain itu, JCC yang berada dalam Blok 14 GBK tersebut juga bertransformasi sebagai MICE Destination di Indonesia dan menjadi market leader di bidang MICE yang banyak menyelenggarakan event bertaraf nasional maupun internasional.
"Jadi penolakan perpanjangan kontrak oleh PPKGBK merupakan bentuk dari pemutusan kerja sama sepihak dan pelanggaran hukum," imbuh Amir.
Dalam gugatan hukum, PT GSP meminta PPKGBK untuk melakukan perpanjangan perjanjian kerja sama dengan syarat-syarat yang disepakati. Apabila perjanjian tidak diperpanjang, PPKGBK diminta untuk membayar kerugian materil dan immaterial kepada PT GSP sebesar Rp 1,6 triliun.
"Nilai ini mencakup kerugian yang timbul akibat berakhirnya perjanjian secara sepihak dan potensi kehilangan pendapatan dari kontrak-kontrak yang telah berjalan hingga 2025," kata Amir.
Amir menegaskan bahwa PT GSP telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan kontrak kerja sama BOT selama lebih dari tiga dekade. Oleh karena itu, tindakan PPKGBK untuk mengakhiri pengelolaan secara sepihak tanpa memberikan ruang negosiasi atau perpanjangan dinilai tidak adil dan merugikan serta tidak sesuai dengan maksud dan tujuan awal dari kontrak BOT 1991.
Amir menyatakan bahwa keputusan Majelis Hakim dalam perkara ini akan menjadi langkah penting dalam menegakkan prinsip keadilan dan kepastian hukum, terutama dalam konteks kerja sama pengelolaan aset negara.
"Kami berharap Majelis Hakim memutuskan perkara ini secara adil dan menerima gugatan PT GSP untuk seluruhnya. Kami yakin bahwa bukti-bukti yang telah kami sampaikan secara jelas menunjukkan adanya tindakan yang melanggar hukum oleh pihak PPKGBK," pungkas Amir.