Masih Rancu, Pakar Sebut Perlu Audit Ulang Hitung Kerugian Korupsi Tata Kelola Niaga Timah

Achmad Fauzi Suara.Com
Selasa, 07 Januari 2025 | 09:21 WIB
Masih Rancu, Pakar Sebut Perlu Audit Ulang Hitung Kerugian Korupsi Tata Kelola Niaga Timah
Penampakan Tambang Timah di Bangka Belitung (dok. PT Timah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kerugian negara dari kasus korupsi tata kelola niaga timah masih rancu. Sebab, ada dua versi nilai kerugian yang timbul dari korupsi tata niaga timah itu.

Salah satunya, Kerugian negara sebesar Rp271 triliun yang dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam itu menimbulkan pertanyaan.

Mantan Auditor Utama BPK RI, Gatot Supiartono, menilai validitas data tersebut patut dipertanyakan, terutama karena laporan hasil audit tidak dilampirkan dalam berkas perkara.

Gatot, salah satu ahli yang terlibat sebagai saksi dalam persidangan mengungkapkan bahwa laporan penghitungan kerugian negara seharusnya menjadi alat bukti yang dilampirkan dalam persidangan.

Baca Juga: Penghitung Kerugian Negara Rp271 Triliun di Kasus Timah Harvey Moeis Kini Berujung Digugat

"Laporannya nggak dikasih oleh jaksa, dan hakim mendiamkan. Harusnya, kalau itu alat bukti, dilampirkan dalam berkas perkara. Bagaimana mau menguji, kalau hanya angka yang disampaikan tanpa prosesnya?" ujarnya seperti dikutip, Selasa (7/1/2025).

Ia juga mempertanyakan profesionalitas audit yang dilakukan BPKP. Menurutnya, kualitas audit dilihat dari tiga hal: independensi auditor, perolehan bukti, dan penggunaan tenaga ahli.

"Jika hasilnya berubah dari Rp271 triliun menjadi Rp152 triliun, itu menunjukkan proses pemeriksaannya tidak profesional. Data kan tidak berubah, berarti pengolahan bukti yang bermasalah," imbuh dia,

Hal ini menyoroti nilai kerugian negara sebesar Rp152 triliun dari total Rp271 triliun yang dibebankan kepada 5 korporasi oleh Kejagung.

Masing-masing korporasi tersebut adalah PT RBT dengan tanggungan sebesar Rp38 triliun, PT SB Rp23 triliun, PT SIP Rp24 triliun, PT TIN Rp23 triliun, dan PT VIP Rp42 triliun, atau total Rp152 triliun. Sementara, masih ada selisih Rp119 triliun sisanya yang masih dihitung BPKP.

Baca Juga: Apakah Kerugian Ekologis Bisa Jadi Bukti Korupsi seperti di Kasus Timah?

"Jangan sampai Rp271 triliun sudah diragukan, yang Rp152 triliun diragukan lagi. Pengujiannya di situ aja," imbuh dia.

Menurut Gatot, ada empat syarat bukti yang harus dipenuhi: cukup bukti, relevan, handal, dan bermanfaat. Jika laporan audit tidak dilampirkan, maka validitas data yang digunakan dalam persidangan menjadi tanda tanya besar.

"Kalau laporannya benar, diverifikasi ulang hasilnya akan sama. Tapi kalau tidak boleh diuji, itu aneh. Misteri sekali," katanya.

Gatot menegaskan pentingnya audit ulang dilakukan sesuai standar agar hasilnya dapat dipercaya.

Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dalam penghitungan kerugian negara. "Kalau datanya fair, kasih saja. Nggak mungkin bisa diubah kalau prosesnya benar," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI