Suara.com - Kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah di Bangka Belitung masih belum usai. Walaupun pengadilan tindak pidana korupsi telah menetapkan vonis terhadap para tersangka.
Salah satunya terkait pembuktian kerugian negara yang timbul dalam atas tindak pidana korupsi tersebut. Disebutkan, bahwa nilai kerugian negara dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga Timah bisa mencapai Rp300 triliun.
Pakar Hukum Pidana, Prof Romli Atmasasmita, menilai, klaim Rp300 triliun itu menjadi beban berat yang belum mampu dipenuhi Kejagung hingga kini.
Dia menjelaskan, upaya menyeret lima perusahaan sebagai tersangka merupakan salah satu langkah untuk mengejar kerugian keuangan negara yang belum tercukupi dari hukuman para terdakwa sebelumnya.
"Kejagung sudah kadung mengumumkan kerugian Rp300 triliun ke publik. Presiden pun sudah memberikan respons. Jadi, mereka harus menunjukkan hasil, meski angka itu tampaknya sulit terbukti," ujar Romli seperti dikutip, Sabtu (4/1/2025).
Dia menuturkan, hukuman denda kepada korporasi harus ditentukan oleh majelis hakim berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020.
Sayangnya, denda yang telah dijatuhkan kepada para direksi perusahaan yang telah terdakwa sebelumnya belum mencapai angka fantastis itu.
"Jaksa boleh saja hitung seenak jidatnya, semau-maunya dia, boleh. Tapi, hakim sudah punya patokan, patokan hakim dalam membuat penilaian tentang kerugian keuangan negara sesuai Perma 1/2020," kata Romli.
Sementara itu, Ahli Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Sudarsono Soedomo, menyebut bahwa perhitungan Rp300 triliun tersebut didasarkan pada data yang tidak valid.
Baca Juga: Darurat Pertambangan: Lima Korporasi Tersangka, Pengawasan Dinilai Kendor
"Angka Rp300 triliun itu lebih menyerupai potensi kerugian, bukan kerugian riil. Namun, persepsi yang muncul di masyarakat seolah-olah itu uang nyata. Kejagung sendiri kini mulai meragukan angka tersebut setelah banyak pihak, termasuk Mahkamah Agung, menyorotinya," beber dia.