Suara.com - Sejumlah konsumen mengeluhkan masih adanya pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen di sejumlah toko ritel pasca 1 Januari 2025. Padahal, Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN hanya berlaku untuk barang-barang mewah.
Pernyataan kontradiktif ini menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat. Banyak konsumen yang merasa dirugikan dengan adanya perbedaan informasi antara kebijakan pemerintah dan praktik di lapangan. Mereka berharap pemerintah segera melakukan tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin memastikan tidak ada anggotanya yang mengubah sistem tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
"Saya sudah cek semua yang bergabung di Aprindo tidak ada yang nge-set (setting/mengatur) jadi 12 persen. Ritel yang saya punya jumlahnya sampai 20 ribu, tapi tidak ada yang set 12 persen," ujar Solihin, dikutip Antara, Jumat (3/12/2024).
Baca Juga: Rekam Jejak Rieke Diah Pitaloka Disorot Pasca Kritik Kebijakan PPN 12 Persen
Solihin menyampaikan, sebelum Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, khusus terhadap barang dan jasa mewah yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025, para peritel memang sudah melakukan persiapan untuk perubahan harga.
Setelah pengumuman dibacakan, kata Solihin lagi, anggota Aprindo tetap mengikuti sistem pengaturan yang lama karena tidak ada perubahan.
Menurutnya, para peritel selalu patuh terhadap peraturan yang berlaku, dalam hal ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur tentang tarif PPN 12 persen hanya dikenakan terhadap barang mewah.
"Kami memang sudah menyiapkan price tag tapi tidak terpakai. Jadi kita mengikuti apa yang disampaikan ke pemerintah, jadi kalau menemukan peritel anggota Aprindo yang menaikkan harga, bisa laporkan ke saya," kata Solihin.
Baca Juga: PPN Naik 12 Persen, Masyarakat Pilih Hidup Hemat?