Suara.com - Ahli Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, menyatakan dukungannya atas arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas praktik mark up dalam penganggaran pemerintah.
Salah satu langkah konkrit memitigasi kebocoran anggaran adalah dengan penerapan digitalisasi dan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Upaya ini harus dibarengi dengan penguatan budaya anti-korupsi di semua lini pemerintahan.
“Digitalisasi seperti e-catalog dan e-government sudah menjadi fondasi yang baik, tetapi teknologi ini harus didukung oleh budaya anti-korupsi yang kuat. Tanpa komitmen integritas dari para pelaksana, teknologi secanggih apa pun tidak akan efektif,” ujar Hardjuno dalam pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (31/12).
Hardjuno menjelaskan, teknologi AI dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi pola-pola penggelembungan anggaran (mark up) dan anomali dalam pengadaan barang dan jasa.
“Dengan analisis data real-time, AI mampu memprediksi risiko korupsi dan memastikan bahwa harga barang atau jasa yang diajukan sesuai dengan harga pasar. Ini akan mempersempit ruang gerak pelaku korupsi,” tambahnya.
Namun, Hardjuno menegaskan bahwa teknologi hanya salah satu alat bantu. Sedangkan akar permasalahan sering kali terletak pada budaya dan mentalitas para pelaku anggaran.
Karena itu, Hardjuno menegaskan pentingnya membangun budaya anti-korupsi yang dimulai dari tingkat eksekutif hingga ke level operasional.
“Tanpa budaya anti-korupsi, upaya digitalisasi hanya akan menjadi formalitas. Oleh karena itu, perlu ada edukasi dan internalisasi nilai-nilai integritas di semua jenjang birokrasi. Pemerintah juga harus tegas dalam menindak pelanggaran sebagai bentuk edukasi publik,” kata Hardjuno.
Baca Juga: Ibu Helena Lim Lantangkan Takbir dan Syahadat Usai Anak Divonis 5 Tahun Bui Kasus Korupsi Timah
Lebih lanjut, kandidat Doktor Univeritas Airlangga (Unair) Surabaya ini menyoroti pentingnya kolaborasi antara teknologi dan penegakan hukum untuk menciptakan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.