Ekonom sebut Ini Alasan Kenapa PPN Yang Naik Bukan PPh

Senin, 30 Desember 2024 | 17:23 WIB
Ekonom sebut Ini Alasan Kenapa PPN Yang Naik Bukan PPh
ILustrasi pajak (Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah telah resmi mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% untuk produk yang dikonsumsi masyarakat mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini mendapatkan penolakan dari khalayak. Pemerintah dianggap masih mempunyai alternatif kebijakan fiskal lain yang lebih inovatif tanpa membebani daya beli masyarakat. Salah satunya adalah dengan mengoptimalisasikan pajak penghasilan (PPh) para pelaku usaha digital. Hal ini mengingat potensi akan pajak di sektor tersebut sangatlah besar. Tercatat pada 2023, sektor ekonomi digital Indonesia diproyeksi mencapai nilai transaksi sebesar US$77 miliar dan meningkat setiap tahun. Jika pemerintah dapat menetapkan PPh bagi pelaku usaha digital, maka penerimaan negara diperkirakan bisa ketambahan sekitar Rp70-100 triliun setiap tahunnya.

Lantas bagaimana sebenernya potensi tersebut?

Menurut Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, kenaikan PPN bertujuan untuk memperkuat fiscal space guna mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kenaikan PPh lebih langsung menyasar wajib pajak berpenghasilan tinggi, sehingga lebih mudah untuk menerapkan asas keadilan fiskal.

"Namun karena hanya memengaruhi kelompok berpenghasilan tinggi, kenaikan PPh tidak secara langsung berdampak pada konsumsi masyarakat luas, berbeda dengan PPN yang dikenakan pada barang/jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat umum," tutur Josua saat dihubungi suara.com pada Senin, (30/12/2024).

Baca Juga: Jejak Digital Gibran saat Kampanye Viral Lagi, Sebut Tak Akan Naikan Tarif Pajak

Di sisi yang lain, kelompok berpenghasilan tinggi cenderung memiliki lebih banyak akses ke strategi perencanaan pajak untuk menghindari kewajiban, yang dapat mengurangi efektivitas kebijakan kenaikan tarif PPh.

Kedua, kenaikan tarif PPh dapat memengaruhi daya tarik Indonesia sebagai destinasi investasi, karena dianggap membebani perusahaan atau investor dengan pajak penghasilan yang lebih tinggi. Ketiga, basis pajak PPh lebih kecil dibandingkan PPN, karena hanya dikenakan pada wajib pajak tertentu. Hal ini membuat potensi penerimaan negara dari PPh lebih terbatas dibandingkan PPN yang berlaku luas.

Dia berpendapat, pemerintah lebih mempertimbangkan kenaikan PPN dibandingkan kenaikan PPh karena PPN mencakup semua lapisan masyarakat melalui konsumsi barang dan jasa, sehingga penerimaan negara lebih stabil dan berkelanjutan.

"Dengan tidak menaikkan PPh secara signifikan, pemerintah dapat menjaga daya saing dan menarik investasi, sekaligus mempertahankan lapangan kerja di sektor formal," kata dia.

Lebih lanjut dia mengatakan, kenaikan PPh dapat menciptakan persepsi negatif di masyarakat dan investor, karena langsung menyasar pendapatan individu dan perusahaan. Melalui PPN, pemerintah memberikan berbagai insentif dan pengecualian PPN, khususnya untuk kebutuhan pokok dan UMKM, yang lebih mudah diterapkan dibandingkan reformasi tarif PPh.

Baca Juga: Kontraksi Ekonomi Kenaikan PPN 12% hanya Sementara, Dampak Bisa Diredam dengan Pemberian Insentif secara Tepat

"Dengan demikian, pemerintah menilai kenaikan PPN sebagai langkah yang lebih efektif dan berimbang untuk mencapai tujuan fiskal tanpa memberikan tekanan yang signifikan pada ekonomi dan masyarakat tertentu," imbuhnya.

Pemerintah memastikan bahan pokok utama yang menjadi input produksi, seperti beras, jagung, kedelai, dan hasil perikanan, tetap bebas PPN. Hal ini mencegah kenaikan biaya produksi bagi industri yang bergantung pada bahan baku tersebut. Lebih lanjut barang seperti tepung terigu, gula industri, dan minyak goreng, yang menjadi bahan baku penting dalam industri makanan dan minuman, dikenakan PPN namun bebannya ditanggung oleh pemerintah.

Dengan demikian, harga bahan baku ini tetap stabil di pasar. Selain itu, UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun dibebaskan dari kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN.

"Hal ini tentu membantu UMKM yang menjadi pemasok bahan baku atau bahan pembantu lokal untuk tetap kompetitif," sambungnya.

Mayoritas bahan baku yang digunakan dalam produksi di Indonesia adalah lokal. Kenaikan PPN pada bahan baku impor lebih mungkin berdampak pada sektor tertentu, seperti manufaktur berteknologi tinggi atau yang bergantung pada bahan impor.

Lebih lanjut, banyak bahan baku dan alat produksi mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Misalnya, mesin-mesin pabrik dan peralatan tertentu tidak dikenakan PPN, sehingga mengurangi dampak pada biaya produksi.

Bagi sektor yang sangat bergantung pada bahan baku impor, kenaikan PPN dapat meningkatkan biaya produksi. Walaupun biaya ini dapat diklaim sebagai pajak masukan, likuiditas perusahaan bisa terdampak sementara.

"Kenaikan biaya produksi meskipun kecil, dapat menimbulkan efek berantai pada harga barang jadi, terutama jika produsen tidak dapat sepenuhnya mengklaim PPN masukan atau mentransfer biaya tambahan ke konsumen akhir," lugasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI