Suara.com - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (bjb) tengah menghadapi tantangan akibat keputusan pailit yang dijatuhkan kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex).
Sebagai salah satu kreditur utama Sritex, bjb berpotensi mengalami kerugian signifikan akibat macetnya pembayaran utang.
Apalagi setelah putusan pailit Sritex ini inkrah beberapa waktu lalu.
Tercatat tagihan utang bank bjb ke Sritex mencapai Rp532 miliar atau sebesar USD33 juta dolar.
Baca Juga: Janji Menperin Tak Cukup, DPR Minta Prabowo Kawal Langsung Kasus Sritex
Meskipun bjb telah melakukan pencadangan, namun besarnya nilai utang yang belum tertagih dapat memberikan tekanan terhadap kinerja keuangan bank.
Jika dilihat dari laporan keuangan emiten bersandi BJBR itu, Kamis (26/12/2024) terlihat bahwa CKPN atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai perusahaan mencatatkan penurunan.
Hingga 30 September 2024 tercatat total kredit macet bank bjb mencapai Rp1,93 triliun yang terdiri dari berbagai sektor ekonomi, mulai dari perdagangan, jasa dunia usaha, industri hingga kontruksi.
Porsi kredit macet sektor perdagangan paling besar dengan tagihan utang mencapai Rp633 miliar.
Jika dibandingkan dengan periode 31 Desember 2023, catatan kredit macet bank bjb ini mengalami peningkatan. Pada periode itu porsi non performing loan (NPL) perseroan berada pada angka Rp1,71 triliun.
Baca Juga: Kabar Buruk! Wamenaker Dapat Laporan 60 Perusahaan Akan Lakukan PHK Massal
Sayangnya peningkatan NPL ini tidak dibarengi dengan peningkatan CKPN bank bjb yang justru mengalami penurunan. Hingga 30 September dari total kredit macet sebesar Rp1,9 triliun, CKPN bank bjb turun menjadi Rp857 miliar dibandingkan dengan periode akhir tahun 2023 yang mencapai Rp863 miliar.
Disisi lain bank bjb telah melakukan restrukturisasi kredit mencapai Rp8,1 triliun sepanjang 9 bulan pertama tahun ini, angka restrukturisasi ini meningkat jika dibandingan tahun lalu yang mencapai Rp6,3 triliun.