Suara.com - Pemerintah Korea Selatan (Korsel) telah berupaya keras untuk membalikkan tren demografi populasi manusia.
Hal ini dikarenakan rendahnya tingkat kelahiran pada negara tersebut, membuat mereka tidak mendapatkan pekerja di usia muda.
Saat itu, Presiden Yoon Suk Yeol pada bulan Mei meminta bantuan parlemen untuk membentuk kementerian baru guna mengatasi apa yang disebutnya sebagai "darurat nasional".
Dilansir CNN International, berdasarkan data terbaru kementerian mencatat bahwa populasi orangtua akan meningkat.
Baca Juga: Pengentian Anggaran Infrastruktur Jalan Tol Dinilai Bisa Hambat Iklim Investasi
Sekitar 22% wanita di Korea Selatan berusia 65 tahun atau lebih. Serangkan proporsi pria di atas usia tersebut hampir 18%, kata kementerian dalam negeri.
Data tersebut menggarisbawahi bom waktu demografi yang dihadapi Korea Selatan dan negara-negara Asia Timur lainnya saat masyarakat mereka menua hanya beberapa dekade setelah industrialisasi yang pesat.
Para ahli mengatakan alasan terjadinya pergeseran demografi di seluruh Asia meliputi budaya kerja yang menuntut, upah yang stagnan, meningkatnya biaya hidup.
Lalu perubahan sikap terhadap pernikahan dan kesetaraan gender, dan meningkatnya kekecewaan di kalangan generasi muda membuat mereka kehilangan banyak populasi dengan tingkat kelahiran anak menurun.
Hingga pada tahun 2022, pemerintah Korea Selatan mengakui bahwa lebih dari 200 miliar dollar AS atau sekitar Rp 3.242 triliun telah dihabiskan untuk mencoba meningkatkan populasi selama 16 tahun sebelumnya.
Baca Juga: Budget Rp10.000! Daun Kelor Jadi Opsi Menu Program Makan Bergizi Gratis
Anggaran itu digunakan untuk memperpanjang cuti ayah berbayar, menawarkan “voucher bayi” berupa uang tunai kepada orang tua baru.
Lalu, kampanye sosial yang mendorong para pria untuk berkontribusi dalam pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga, gagal membalikkan tren tersebut.
Namun terlepas dari faktor ekonomi yang berperan, menggelontorkan uang untuk mengatasi masalah tersebut terbukti tidak efektif.