Suara.com - Tahun 2024 tampaknya bukan era terbaik dan 'cuan' bagi PT Waskita Karya. Banyak persoalan yang menghampiri perusahaan pelat merah tersebut, mulai dari skandal dugaan korupsi, utang yang menumpuk, hingga gugatan dari perusahaan asing.
Tak pelak, Menteri BUMN Erick Thohir memasukkan PT Waskita Karya sebagai salah satu dari tujuh 'BUMN sakit' tahun ini bersama PT Krakatau Steel, PT Bio Farma, PT Wijaya Karya, PT Asuransi Jiwasraya, Perum Perumnas, dan Perum Percetakan Negara RI.
Berikut kilas balik persoalan-persoalan yang menimpa PT Waskita Karya sepanjang tahun 2024:
1. Terjebak Krisis: Rugi Rp3 Triliun di Kuartal III 2024
Baca Juga: Batu Kerikil Sritex Demi Tak Kibarkan Bendera Putih
PT Waskita Karya Tbk (WSKT), salah satu perusahaan konstruksi pelat merah terbesar di Indonesia, kembali mencatatkan kerugian besar pada kuartal III 2024.
Dengan rugi bersih mencapai Rp3 triliun, Waskita Karya semakin terpuruk dalam krisis keuangan yang berkepanjangan.
Laporan keuangan terbaru ini memperlihatkan tekanan luar biasa dari penurunan pendapatan hingga membengkaknya utang.
Pendapatan usaha Waskita Karya turun signifikan sebesar 13 persen menjadi Rp6,78 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp7,81 triliun.
Sementara itu, beban pokok pendapatan juga mengalami pelorotan menjadi Rp5,75 triliun dari Rp7,04 triliun tahun lalu.
Baca Juga: Kasasi Ditolak, Putusan Pailit Inkrah! Sritex di Ujung Kebangkrutan
Meski laba kotor tercatat naik hingga 33,76 persen menjadi Rp1,03 triliun, peningkatan ini tidak cukup untuk menutupi beban keuangan yang terus membesar.
Beban bunga, beban lain-lain, serta rugi dari entitas asosiasi terus menekan margin keuntungan perusahaan.
Rincian beban dan kerugian:
- Beban keuangan melonjak menjadi Rp3,45 triliun dari Rp3,16 triliun tahun lalu.
- Beban penjualan meningkat dari Rp80,09 miliar menjadi Rp114,01 miliar.
- Rugi periode berjalan membengkak menjadi Rp3,61 triliun, dibandingkan Rp3,23 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Utang yang terus membengkak menjadi salah satu tantangan utama bagi Waskita Karya. Total liabilitas perusahaan mencapai Rp80,58 triliun, sedikit menurun dari Rp83,99 triliun di akhir 2023.
Namun, jumlah aset perusahaan juga terus menyusut menjadi Rp88,67 triliun dari sebelumnya Rp95,59 triliun.
Defisit perusahaan melebar hingga Rp16,70 triliun dari Rp13,71 triliun pada akhir 2023. Sementara itu, ekuitas perusahaan turun signifikan menjadi Rp8,09 triliun dari Rp11,6 triliun di akhir tahun sebelumnya, menandakan melemahnya posisi keuangan dan meningkatkan risiko gagal bayar.
2. Skandal Rasuah LRT Palembang
Waskita Karya kembali menjadi sorotan, setelah sejumlah pejabat tingginya terlibat dalam dugaan korupsi proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) Palembang, Sumatera Selatan.
Skandal ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp1,3 triliun, menambah luka keuangan perusahaan konstruksi pelat merah yang tengah terpuruk.
Pada Senin (4/11/2024), Tim Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menetapkan tiga pejabat Waskita Karya sebagai tersangka.
Mereka adalah T, IJH, dan SAP, yang masing-masing menjabat sebagai Kepala Divisi II, Kepala Divisi Gedung II, dan Kepala Divisi Gedung III.
Dugaan korupsi ini terjadi selama periode 2016 hingga 2020 dalam proyek prasarana LRT Palembang.
Menurut Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun. Kasus ini tidak hanya mencoreng nama perusahaan, tetapi juga menambah beban reputasi Waskita Karya yang tengah berjuang memulihkan kondisi keuangannya.
3. Utang Menumpuk, Jual Tol
Waskita Karya, pada tahun ini juga mengambil langkah strategis untuk memperbaiki kondisi keuangannya dengan menjual tiga ruas jalan tol yang dikelola perusahaan.
Divestasi ini merupakan bagian dari upaya perusahaan untuk mengurangi beban utang yang mencapai Rp80,58 triliun per kuartal III 2024.
Direktur Business Strategic, Portfolio & Human Capital Waskita Karya, Rudi Purnomo, mengungkapkan bahwa tiga ruas jalan tol yang akan dilepas adalah:
- Tol Pemalang-Batang (Trans Jawa): Direncanakan untuk dijual pada 2025. Tol ini memiliki trafik yang cukup baik, sehingga diyakini menarik minat investor.
- Tol Cimanggis-Cibitung (CCT): Struktur kepemilikan CCT akan diubah menjadi 55 persen dimiliki oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), 35 persen oleh Waskita Toll Road (WTR), dan 10 persen oleh pemegang saham lainnya.
- Tol Pasuruan-Probolinggo (Paspro): Dijadwalkan untuk dijual pada 2027 sebagai bagian dari rencana jangka panjang perusahaan.
Divestasi ini menjadi salah satu strategi utama Waskita Karya untuk mengurangi beban utang. Hingga kuartal III 2024, perusahaan mencatatkan total utang sebesar Rp80,58 triliun, mengalami penurunan sekitar Rp3 triliun dibandingkan akhir Desember 2023. Penjualan aset seperti ruas jalan tol dinilai sebagai langkah realistis untuk menstabilkan arus kas perusahaan.
4. Digugat PKPU oleh PT Shimizu Global Indonesia
Puncak kemerosotan WSKT tahun 2024 adalah menghadapi gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh tiga perusahaan termasuk PT Shimizu Global Indonesia.
Gugatan ini mencakup tunggakan pembayaran sebesar Rp976,76 juta yang belum dilunasi oleh Waskita Karya kepada PT Shimizu Global Indonesia.
Gugatan ini diajukan bersama dengan PT Aplugada Mandiri Perkara dan PT Damawan Putera Pratama.
Sidang perdana atas kasus ini telah digelar pada 16 Desember 2024. Meskipun demikian, Waskita Karya mengklaim bahwa gugatan ini tidak akan memengaruhi operasional maupun kondisi keuangan perusahaan secara signifikan.
Dalam keterbukaan informasi yang dirilis melalui situs Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 17 Desember 2024, Sekretaris Perusahaan WSKT, Ermy Puspa Yunita, menegaskan bahwa PKPU ini tidak akan mengganggu stabilitas operasional Waskita Karya.
“PKPU ini tak memiliki dampak terhadap operasional dan kondisi keuangan perseroan,” jelasnya.
Gugatan ini menambah daftar panjang masalah hukum yang dihadapi oleh Waskita Karya. Sebelumnya, perusahaan juga terlibat dalam sejumlah kasus hukum lainnya, termasuk skandal korupsi proyek LRT Palembang dan tekanan utang yang membebani kinerja keuangan perusahaan.
Tantangan ke Depan
Waskita Karya terus menghadapi tantangan besar di tengah upaya pemulihan keuangan. Dengan total utang yang mencapai Rp80,58 triliun hingga kuartal III 2024, perusahaan pelat merah ini harus berjuang untuk memenuhi kewajiban pembayaran sambil mempertahankan operasionalnya.
Gugatan dari Shimizu dan mitra lainnya menjadi sinyal bagi Waskita Karya untuk lebih serius menangani utang-utang jatuh tempo dan membangun kembali kepercayaan mitra kerja serta investor.
Apakah Waskita Karya mampu keluar dari tekanan ini dan mengembalikan stabilitasnya? Atau justru semakin terjebak dalam masalah hukum dan finansial?