Suara.com - Pemerintah mulai mencari cara untuk melindungi 50 ribu buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex. Salah satunya, dengan menggunakan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja yang terkena PHK.
Program ini memberikan manfaat berupa uang tunai, akses pelatihan kerja, dan layanan informasi lowongan kerja.
"Program JKP hadir untuk membantu pekerja yang kehilangan pekerjaan agar tetap memiliki perlindungan sosial dan peluang untuk kembali ke dunia kerja," ujar Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan dalam keterangan tertulis yang dikutip, Minggu (22/12/2024).
Kemnaker juga memastikan bahwa pekerja terdampak dapat segera mengakses manfaat program JKP dengan proses yang mudah dan cepat.
Baca Juga: Begini Nasib 50 Ribu Buruh Sritex di Tangan Pemeritah Setelah Putusan MA
Pemerintah akan bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk manajemen Sritex dan pemerintah daerah untuk memastikan hak-hak pekerja terlindungi secara maksimal.
Selain itu, Wamenaker mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mengedepankan dialog konstruktif dan solusi terbaik demi kesejahteraan pekerja.
"Kita semua memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak-hak buruh dan memberikan mereka harapan di tengah situasi sulit. Pemerintah akan terus hadir untuk memastikan hak pekerja tetap menjadi prioritas utama," kata dia.
Wamenaker kekinian tengah memantau nasib 50 ribu Sritex. Hal ini setelah adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi Sritex atas putusan pailit Pengadilan Niaga Semarang.
a menegaskan bahwa pemerintah tidak berharap terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan mana pun.
Baca Juga: Akademisi Nilai Rencana Kebijakan Kemasan Rokok Polos Bisa Timbulkan PHK Industri Tembakau
"Presiden Prabowo sering berpesan agar sebisa mungkin menghindari terjadinya PHK di perusahaan. Begitu pun kami. Tidak ingin ada PHK. Posisi kami jelas, yaitu melindungi hak-hak pekerja," kata ujar Wamenaker.
Namun demikian, Wamenaker menegaskan bahwa perusahaan yang dinyatakan pailit tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak pekerja sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Hal ini menjadi prioritas utama dalam upaya melindungi kesejahteraan pekerja yang terdampak langsung dari situasi tersebut.
"Kami memahami situasi sulit yang dihadapi perusahaan, namun hal itu tidak boleh mengurangi kewajiban mereka terhadap pekerja. Hak-hak buruh, seperti pembayaran pesangon, upah tertunda, dan program jaminan sosial, harus tetap dipenuhi," pungkas dia.