Akademisi Nilai Rencana Kebijakan Kemasan Rokok Polos Bisa Timbulkan PHK Industri Tembakau

Achmad Fauzi Suara.Com
Minggu, 22 Desember 2024 | 10:58 WIB
Akademisi Nilai Rencana Kebijakan Kemasan Rokok Polos Bisa Timbulkan PHK Industri Tembakau
Pekerja melinting tembakau di Aceh Besar. [Dok.Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rencana kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan masih menuai polemik. Kehadiran industri tembakau, termasuk di dalamnya sektor sigaret kretek tangan yang padat karya, dinilai perlu mendapatkan perlindungan.

Akademisi dari Universitas Indonesia (UI), Kris Wijoyo Soepandji mengatakan, perlu adanya pertimbangan untuk dampak negatif yang muncul atas berbagai kebijakan yang diberlakukan untuk industri tembakau.

Dia menilai, rencana aturan ini bisa mengancam pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja di industri tembakau yang padat karya. Padahal, pada masa pandemi lalu, pemerintah melakukan berbagai langkah tepat untuk melindungi masyarakat yang terlibat dalam sektor padat karya seraya meningkatkan pendapatan negara.

Maka dari itu, Kris mengimbau pemerintah untuk tetap mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang melindungi perekonomian nasional pascapandemi.

Baca Juga: RI Perlu Kebijakan yang Rasional dan Proporsional Terhadap Industri Tembakau Alternatif

"Yang perlu kita lihat secara lebih bijaksana adalah apakah betul kebijakan itu, dalam bentuk hukum, akan bisa mendorong kemajuan, kesejqahteraan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya seperti dikutip, Minggu (22/12/2024).

Maka, dalam menentukan kebijakan yang mendorong tujuan tersebut, Kris meminta pemerintah untuk mengeluarkan aturan yang sesuai dengan tujuan pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Presiden RI Prabowo Subianto.

Ia juga menilai perlu adanya pelibatan publik dari berbagai sektor agar pemerintah memiliki pertimbangan yang kuat untuk mengambil keputusan yang tepat dalam mengedepankan seluruh aspek kepentingan nasional.

Selain itu, Kris menilai bahwa suatu kebijakan harus dilihat dari sisi positive externality dan negative externality atau manfaat serta biaya yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi. Jika memang terdapat negative externality, maka pemerintah akan melakukan pengendalian dengan berbagai opsi yang tidak merugikan perekonomian nasional.

Dalam hal ini, Rancangan Permenkes dinilai berisiko menggerus pendapatan negara, sedangkan visi pengendalian konsumsi rokok dalam beleid tersebut masih diragukan.

Baca Juga: Wacana Kebijakan Bungkus Rokok Polos Dinilai Pakar Bungkam Hak Konsumen

Pasalnya, industri tembakau merupakan salah satu sektor yang menyerap tenaga kerja secara signifikan. Oleh karena itu, jika Rancangan Permenkes diberlakukan tanpa bisa mengatasi dampak negatif yang akan muncul, maka industri tembakau akan kewalahan sehingga bisa berdampak terhadap PHK dan mempengaruhi perekonomian negara.

Kris menambahkan bahwa kebijakan yang dibuat harus memastikan keberlangsungan industri-industri, sebagai salah satu kontributor terbesar bagi pendapatan negara, dapat tetap terjaga.

Upaya tersebut sejalan dengan tujuan pemerintah Presiden Prabowo Subinato yang memiliki visi Indonesia Emas 2045 melalui Asta Cita. Visi ini menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dengan salah satunya membuka banyak lapangan pekerjaan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI