Suara.com - Putusan pailit terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang telah memiliki kekuatan hukum tetap membuat sejumlah pihak mulai angkat suara, termasuk PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI).
Sebagai salah satu kreditur utama Sritex dengan total utang mencapai USD23,81 juta atau setara Rp374 miliar, BNI kini tengah mengevaluasi langkah-langkah selanjutnya terkait keberlangsungan pembayaran utang tersebut.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan pihaknya sudah mendapatkan dukungan pemerintah untuk berkoordinasi dengan para kreditur guna memastikan keberlangsungan usaha Sritex.
Royke mengatakan, perseroan akan berdiskusi lebih lanjut dengan Pemerintah dan kreditur Sritex lainnya menyusul ditolaknya Kasasi Pailit Sritex oleh Mahkamah Agung.
Baca Juga: Mengenal Indo Bharat Rayon, Perusahaan yang Bikin Raksasa Tekstil Sritex Pailit!
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk pemerintah, manajemen Sritex, dan lembaga lainnya untuk merumuskan langkah-langkah strategis dalam mengkaji going concern Sritex,” kata Royke dalam siaran pers, Jumat (20/12/2024).
Emiten bersandi BBNI berupaya mencari solusi terbaik yang dapat menyeimbangkan kepentingan semua pihak, termasuk kreditur lainnya, pemegang saham, karyawan, dan masyarakat luas.
"Kami memahami bahwa Sritex adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi,” ungkap Royke.
Royke berharap melalui kerja sama yang baik antar semua pihak akan dapat mendukung keberlanjutan usaha Sritex termasuk industri tekstil pada umumnya. BNI juga sudah membentuk level pencadangan yang cukup untuk mengantisipasi risiko kredit Sritex.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah menolak kasasi yang diajukan oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex pada sidang hari Rabu kemarin (18/12/2024).
Baca Juga: Batu Kerikil Sritex Demi Tak Kibarkan Bendera Putih
Dengan demikian, status pailit perusahaan tekstil raksasa ini telah inkrah dan tidak dapat diganggu gugat lagi.
Putusan MA ini tentu saja menjadi pukulan telak bagi ribuan pekerja Sritex yang nasibnya kini menggantung. Perusahaan yang selama ini menjadi salah satu pilar industri tekstil di Indonesia kini di ujung kebangkrutan.
Hal ini sesuai dengan Perkara Nomor 1345 K/PDT.SUS-PAILIT/2024. Saat ini berkas perkara sedang dalam proses minutasi oleh Majelis.
Berdasarkan laporan keuangan emiten bersandi SRIL ini per Semester I 2024, tercatat liabilitas SRIL tercatat US$ 1,6 miliar atau setara Rp 25,12 triliun. Angka tersebut terdiri dari liabilitas jangka panjang US$ 1,47 miliar dan liabilitas jangka sebesar US$ 131,42 juta.
Dalam laporan itu juga disebut ekuitas PT Sritex telah mencatatkan defisiensi modal sebesar -US$ 980,56 juta.
Porsi paling besar dalam utang Sritex berada di bank. Hingga 30 Juni 2024, tercatat ada 28 bank yang memiliki tagihan kredit jangka Panjang atas Sritex dengan nilai dengan nilai sebesar US$ 809,99 juta atau sekitar Rp 12,72 triliun, termasuk BNI.