Pengawasan Kripto Berpindah dari Bappebti ke OJK, Regulasi Pajak Disorot

M Nurhadi Suara.Com
Jum'at, 20 Desember 2024 | 16:03 WIB
Pengawasan Kripto Berpindah dari Bappebti ke OJK, Regulasi Pajak Disorot
Ilustrasi [Pixabay/vjkombajn]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia Fintech Society (IFSoc) menekankan pentingnya penegasan posisi Self Regulatory Organizations (SRO) menyusul peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kami menilai bahwa perpindahan yurisdiksi dari Bappebti ke OJK yang akan segera terjadi adalah hal yang krusial. Pengaturan antara SRO, sebagai regulator mikroteknikal, dan OJK, sebagai regulator makroprudensial, harus dilakukan dengan sebaik mungkin untuk mencapai harmonisasi dalam pengaturannya,” kata Anggota Steering Committee IFSoc, Rico Usthavia Frans, dalam konferensi pers daring di Jakarta pada hari Kamis.

Pengelolaan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, akan resmi beralih ke OJK mulai Januari 2025, atau paling lambat dua tahun setelah berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

SRO dalam ekosistem aset kripto mencakup bursa, lembaga kliring, dan lembaga pengelola yang sudah mendapat izin dari Bappebti. Dengan berubahnya pengaturan dan pengawasan ke OJK, Rico menyatakan bahwa industri kripto berharap adanya harmonisasi yang baik dengan penegasan posisi SRO.

Baca Juga: Duh, Lembaga Jasa Keuangan Paling Rentan Dijadikan Alat Pidana Korupsi

Dia juga menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan dialog dengan OJK dan industri terkait pengaturan aset kripto ke depan. Dari hasil pertemuan ini, OJK menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya peralihan yang berjalan mulus pada bulan Januari mendatang.

Rico mencatat bahwa pertumbuhan aset kripto di Indonesia cukup pesat, dengan lebih dari 21 juta pengguna atau investor saat ini. Nilai transaksi aset kripto juga mengalami perkembangan positif, terutama pada bulan Maret yang lalu, saat momentum halving bitcoin meningkatkan aktivitas transaksi secara signifikan.

Pada bulan Oktober 2024, nilai transaksi aset kripto mengalami kenaikan sekitar 3,5 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. “Ini adalah perkembangan yang positif, namun tantangannya adalah bagaimana kita dapat memitigasi risiko-risiko terkait pengaturan kripto ini,” ujar Rico.

Dia juga menyoroti perlunya meningkatkan daya saing pasar kripto lokal agar dapat bersaing dengan pasar internasional.

Saat ini, Indonesia masih menerapkan perpajakan ganda dalam transaksi jual-beli aset kripto, yang membuat pelaku lokal kurang kompetitif dibandingkan di negara lain.

Baca Juga: Likuiditas Makin Ketat, OJK Terbitkan Aturan Untuk Perbankan

“Dengan demikian, salah satu perhatian kita adalah bagaimana sistem perpajakan ini bisa ditinjau agar lebih efisien,” tambahnya, dikutip dari Antara.

Rico juga menyampaikan bahwa sekitar 80 persen investor kripto berasal dari kelompok masyarakat berusia di bawah 25 tahun, sehingga perlindungan investor menjadi sangat penting melalui pendekatan dua sisi.

Pertama, perlu ada regulasi terkait promosi yang tidak menciptakan rasa takut ketinggalan (FOMO) dan penggunaan bahasa yang berlebihan. Kedua, edukasi bagi investor melalui panduan investasi atau kelas-kelas pembelajaran dari industri serta komunitas juga sangat diperlukan.

“Perlindungan terhadap investor terkait promosi dan aspek lainnya harus diperbaiki, dan edukasi melalui panduan investasi serta pelatihan perlu diberikan oleh para pelaku perdagangan kripto,” tutup Rico.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI