RI Perlu Kebijakan yang Rasional dan Proporsional Terhadap Industri Tembakau Alternatif

Mohammad Fadil Djailani
RI Perlu Kebijakan yang Rasional dan Proporsional Terhadap Industri Tembakau Alternatif
Pedagang Rokok elektronik di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (19/5).

Keterlibatan akademisi dalam perumusan regulasi diharapkan dapat dimaksimalkan oleh para pembuat kebijakan.

Suara.com - Keterlibatan akademisi dalam perumusan regulasi diharapkan dapat dimaksimalkan oleh para pembuat kebijakan. 

Harapannya, akademisi bisa berpartisipasi aktif dalam melakukan kajian ilmiah yang hasilnya nanti dapat dijadikan acuan bagi pemerintah dalam menyusun regulasi untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan di Indonesia, termasuk prevalensi merokok. 

Demikian salah satu pembahasan dalam Guest Lecture "Challenge in the Use of Evidence to Inform Policy" yang diselenggarakan Universitas Indonesia, beberapa waktu lalu.

Health Policy Analysis Coordinator Evidence-Based Health Policy Center IMERI-FKUI Ahmad Fuady menjelaskan keterlibatan akademisi saat ini dalam perumusan suatu regulasi belum dimaksimalkan oleh para pembuat kebijakan. 

Baca Juga: Vape Diklaim Bantu Perokok Dewasa Beralih dari Kebiasaan Merokok

Hal ini terlihat pada tingkat partisipasi akademisi dalam perumusan kebijakan, baik di level undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan kepala daerah, hingga dinas kesehatan kota/kabupaten. 

“Contoh di undang-undang, kita tidak bisa terapkan 100% akademisi terlibat dan berikan kontribusi kontekstual. Tapi kalau bicara di daerah, itu level keterlibatan akademisi sangat tinggi,” ujar Ahmad, seperti dikutip Jumat (20/12/2024).

Untuk level undang-undang, menurut Achmad, keterlibatan akademisi sebesar 30% sudah cukup besar. Biasanya, peran akademisi baru dilibatkan ketika produk hukum tersebut selangkah lagi disahkan. 

“Kalau mau ditandatangani, keterlibatan akademisi baru ada. Sekarang ini bagaimana caranya keterlibatan akademisi bukan di belakang. Perlu ada proses keterlibatan yang bermakna, bukan sekedar diundang sosialisasi sementara minggu depan sudah mau diketuk baru ditanya, ada masukan apa dalam waktu singkat,” tegasnya.  

Ada beberapa syarat pelibatan bermakna agar akademisi terlibat aktif dalam perumusan suatu kebijakan. Pertama, sikap saling menghormati antara pembuat kebijakan dan akademisi. Kedua, bermartabat. Hal ini untuk menunjukkan adanya kesetaraan di antara kedua belah pihak. Ketiga, inklusivitas. 

Baca Juga: Volvo Runtuh dan Bakal PHK 800 Pekerja Imbas Tarif Trump

“Inklusif ini masih jarang, misal menulis aturan tentang kanker, kita undang orang yang mengalami penyakit tersebut dan minta pendapatnya,” ucapnya.