Sengkarut SIP Dr. Richard Lee vs Doktif, Bagaimana Aturan Praktik Dokter di Indonesia?

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 19 Desember 2024 | 09:34 WIB
Sengkarut SIP Dr. Richard Lee vs Doktif, Bagaimana Aturan Praktik Dokter di Indonesia?
Adu Pendidikan Dokter Richard Lee vs Dokter Detektif [Instagram/Tiktok]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Surat Izin Praktik (SIP) menjadi topik hangat di kalangan medis dan masyarakat Indonesia setelah munculnya tuduhan dari seorang figur misterius yang dikenal sebagai "Dokter Detektif" terhadap Dr. Richard Lee. Kasus ini menyoroti pentingnya legalitas dan transparansi dalam praktik kedokteran di Indonesia.

Pada 10 Desember 2024, akun Instagram @dokterdetektifreal mengunggah sebuah postingan yang mempertanyakan validitas izin praktik Dr. Richard Lee. Dokter Detektif, yang identitasnya dirahasiakan dan sering muncul mengenakan topeng, secara terbuka menantang Dr. Lee untuk membuktikan kepemilikan SIP-nya.

“Kalau ucapanku enggak benar berarti pencemaran nama baik, tuntut dong! Berani Enggak? Enggak kan karena memang benar," kata dokter dengan penampilan khas bertopeng itu.

Tuduhan ini menimbulkan perdebatan publik mengenai pentingnya SIP bagi praktik kedokteran. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana sesuai pasal 75, 76, dan 79 undang-undang tersebut.

Baca Juga: Richard Lee Buka-bukaan Soal SIP dan Hoax Pasien Meninggal di Kliniknya, Siap Perang Hukum dengan Doktif

Menanggapi tuduhan tersebut, Dr. Richard Lee memberikan klarifikasi dalam sebuah podcast YouTube yang diunggah pada 13 Desember 2024.

Ia lantas memperingatkan Dokter Detektif agar berhati-hati dalam membuat pernyataan tanpa data yang akurat, mengingat adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dapat digunakan untuk menuntut pencemaran nama baik.

Doktif hati-hati saat memberikan statement, aku sering lihat (kamu) terburu-buru memberikan statement tanpa data. Hati-hati, kita punya UU ITE," ujarnya.

Dalam podcast tersebut, Dr. Lee memperlihatkan dua SIP miliknya. Yang pertama adalah SIP untuk praktik di Palembang yang berlaku hingga 11 Oktober 2025, dan yang kedua adalah SIP untuk praktik di Jakarta yang ditunjukkan melalui layar ponselnya.

Kasus ini menyoroti beberapa aspek penting dalam praktik kedokteran di Indonesia:

Baca Juga: Bantah Tuduhan Doktif, Richard Lee Tunjukkan Surat Izin Praktik

1. Pentingnya SIP: SIP merupakan dokumen legal yang wajib dimiliki oleh setiap dokter yang berpraktik di Indonesia. Hal ini diatur dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

2. Transparansi dan Akuntabilitas: Kontroversi ini menunjukkan pentingnya transparansi dalam praktik kedokteran dan kemudahan akses publik terhadap informasi mengenai izin praktik dokter.

3. Etika Profesi: Kasus ini juga memunculkan pertanyaan tentang etika dalam profesi kedokteran, terutama terkait dengan cara mengkritik atau mempertanyakan kredensial sesama profesional medis.

4. Peran Media Sosial: Penggunaan media sosial dalam menyebarkan informasi atau tuduhan dapat memiliki dampak signifikan dan perlu dipertimbangkan secara hati-hati.

5. Perlindungan Hukum: UU ITE yang disebutkan oleh Dr. Lee mengingatkan tentang pentingnya kehati-hatian dalam membuat pernyataan di media sosial untuk menghindari potensi tuntutan hukum.

Menurut penelitian tentang kualitas pelayanan permohonan SIP di Jakarta Selatan, proses pengurusan SIP melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dinilai cukup baik dengan tingkat kepuasan 74,65%. Namun, masih ada ruang untuk peningkatan, terutama dalam hal kecepatan layanan.

Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab dokter pengganti dalam pelayanan kesehatan di klinik pribadi. Penelitian menunjukkan bahwa dokter pengganti harus memiliki STR dan SIP sendiri, serta bertanggung jawab secara pidana jika terjadi malpraktik.

Kontroversi ini menekankan pentingnya regulasi yang jelas dan penegakan hukum yang konsisten dalam praktik kedokteran di Indonesia. Hal ini diperlukan untuk melindungi baik pasien maupun praktisi medis, serta menjaga integritas profesi kedokteran secara keseluruhan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI