Fakta yang terjadi saat ini adalah ketika harga timah dunia di atas USD 30.000/MT, hampir 3 kali lipat harga rata-rata harga timah ketika kerjasama. ekspor timah Indonesia malah terendah sepanjang sejarah. Kondisi ini menyebabkan Indonesia kehilangan devisa, pajak, royalti, dividen dari PT Timah, beserta semua pendapatan lain dari roda ekonomi yang terhenti.
Sebaliknya negara tetangga kita yang tidak punya cadangan timah, tiba mengalami kenaikan produksi yang signifikan, belum lagi posisi PT Timah sebagai exportir timah terbesar yang otomatis lengser dan dianggap sebelah mata oleh dunia.
“Bagaimana cara mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen, ketika pertumbuhan ekonomi disalah satu provinsi tidak sampai 1 persen (0,71%)? Bagaimana kita berharap investor asing mau masuk ke Indonesia ketika warga sendiri saja dihukum karena membantu negara?” tanya Harvey Moeis.
“Harus diakui posisi Indonesia sebagai salah satu pemain terbesar timah dunia belum signifikan, dan negara lain pasti takut kalau posisi Indonesia lebih kuat, dan itulah yang terjadi pada saat anak bangsa bahu membahu menjadikan PT Timah produsen timah nomor 1 di dunia, dan mungkin saja pihak luar selaku kompetitior kita, tidak suka dengan fakta itu, lalu melakukan apa yang sekarang sedang terjadi kepada kami. Karena satu-satunya pihak yang diuntungkan dengan kondisi kriminalisasi Kami adalah pihak asing selaku competitor Indonesia di kancah komoditas timah dunia,” sebutnya.