Suara.com - Pengusaha Timah Harvey Moeis membacakan pleidoinya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (18/12/2024). Di depan Majelis Hakim, Ia, keluarga dan terdakwa lainnya menyatakan tidak pernah menikmati uang yang disangkakan oleh ahli yakni sebesar Rp 271 triliun. Selain itu dirinya juga membawa-bawa target pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden Prabowo Subianto.
Angka Rp 271 triliun berasal dari ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo. Nilai tersebut bukan kerugian negara dalam bentuk cash, melainkan kerusakan alam. Namun, yang tercuat di publik seperti ada pihak yang merasakan keuntungan sebesar Rp 271 triliun tersebut.
“Kalau saya tidak salah ingat salah, satu Yang Mulia Majelis pernah menyampaikan ke ahli “saudara ahli kalau tidak benar menghitung, auditor jadi tidak benar, Jaksa jadi tidak benar, Majelis juga jadi ikut-ikutan tidak benar. Kita disini mau menegakkan hukum, jangan sampai kita malah melanggar hukum”. Sungguh analisa yang sangat tepat dan bijaksana, faktanya kita semua sudah kena prank ahli Yang Mulia. Auditor kena prank, jaksa kena prank, masyarakat Indonesia kena prank, tapi saya yakin, Majelis tidak akan bisa diprank oleh ahli,” kata Harvey.
Harvey mengaku masih kesulitan mencari pembenaran untuk saksi ahli lingkungan yang bersaksi di persidangan. Pasalnya dari informasi yang didapatnya, ahli lingkungan tersebut menghitung kerugian hingga menghasilkan kerugian Rp 271 triliun dengan hanya melakukan kunjungan ke lapangan sebanyak 2 kali untuk mengambil 40 sample dari luasan 400.000 hektar. Dari sisi teknologi juga hanya memakai software gratisan dengan ketepatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Namun hasilnya keluar angka kerugian negara terbesar sepanjang republik indonesia ini berdiri.
Baca Juga: Bacakan Pleidoi, Pesan Haru Harvey Moies buat Anak-anak: Papa bukan Koruptor, Dunia Itu Tak Adil!
"Ijin membandingkan pengalaman saya melakukan explorasi di tambang batubara yang Mulia, untuk 1 pit yang berukuran 10 hektar, biasanya kami lakukan bor rapat setiap 5 sampai 10 meter, jadi kira-kira bisa lebih dari 1000 titik untuk menghitung jumlah cadangan di area 10 hektar, itupun masih sering salah," kata Harvey.
“Ketika seluruh kami para terdakwa, penasehat hukum, bahkan majelis hakim ingin menggali keterangan saksi di persidangan, dijawab dengan gampangnya “saya malas jawab”, ditambah lagi ketika kami memohon hasil perhitungannya untuk lebih diteliti, permohonan kami ditolak,” lanjutnya.
Harvey juga menyoroti saksi ahli dari BPKP juga tidak menjalankan audit sesuai standar audit pada umumnya, melainkan menjalankan audit khusus yaitu hanya meng-audit BAP saksi dan hanya data-data yang diberikan oleh penyidik. Ia menyebut auditor BPKP hanya memakai data satu tabel excel yang dibuat oleh staff PT Timah di bulan Mei 2024, dengan keterangan “dibuat untuk kepentingan penyidik kejaksaaan agung”.
“Data ini adalah satu-satunya acuan untuk mengambil kesimpulan kalau harga Kerjasama sewa-menyewa kemahalan dan membuat 24 orang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Saya sampai dengan detik pembacaan pledoi ini, masih sangat bingung angka 300 Trilliun itu datangnya dari mana,” ujar Harvey.
Dampak dari kasus ini maka 1,5 juta Masyarakat Babel menjadi sangat sengsara, termasuk mengalami rekor pertumbuhan ekonomi terrendah se-Indonesia, lebih jelek daripada masa covid. Terlihat nyata karena pasar sepi, angka kejahatan melambung, terjadi PHK massal, suasana mencekam, bahkan negara tidak bisa bayar BPJS karena terkendala keuangan, yakni sebanyak 63.642 orang tak lagi ditanggung BPJS Kesehatannya oleh pemprov Babel per 1 September 2024.
Baca Juga: Dituntut 12 Tahun Bui, Harvey Moeis ke Sandra Dewi: Titip Anak-anak, Papa Bukan Koruptor
“Masyarakat yang sudah terbiasa menambang dari puluhan tahun, bahkan sudah menjadi budaya, sudah sempat dibina untuk untuk menjual hasil tambangnya ke pemilik IUP, kemudian diedukasi untuk bayar pajak, selurunya adalah Langkah awal yang sangat bagus. Tapi sekarang mereka di cap ilegal. Demikian sehingga mereka terpaksa menjadi orang jahat dengan melakukan kegian illegal seperti penyelundup dan kegiatan criminal lainnya. apakah ini tujuan dari penegakan hukum?“
Fakta yang terjadi saat ini adalah ketika harga timah dunia di atas USD 30.000/MT, hampir 3 kali lipat harga rata-rata harga timah ketika kerjasama. ekspor timah Indonesia malah terendah sepanjang sejarah. Kondisi ini menyebabkan Indonesia kehilangan devisa, pajak, royalti, dividen dari PT Timah, beserta semua pendapatan lain dari roda ekonomi yang terhenti.
Sebaliknya negara tetangga kita yang tidak punya cadangan timah, tiba mengalami kenaikan produksi yang signifikan, belum lagi posisi PT Timah sebagai exportir timah terbesar yang otomatis lengser dan dianggap sebelah mata oleh dunia.
“Bagaimana cara mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen, ketika pertumbuhan ekonomi disalah satu provinsi tidak sampai 1 persen (0,71%)? Bagaimana kita berharap investor asing mau masuk ke Indonesia ketika warga sendiri saja dihukum karena membantu negara?” tanya Harvey Moeis.
“Harus diakui posisi Indonesia sebagai salah satu pemain terbesar timah dunia belum signifikan, dan negara lain pasti takut kalau posisi Indonesia lebih kuat, dan itulah yang terjadi pada saat anak bangsa bahu membahu menjadikan PT Timah produsen timah nomor 1 di dunia, dan mungkin saja pihak luar selaku kompetitior kita, tidak suka dengan fakta itu, lalu melakukan apa yang sekarang sedang terjadi kepada kami. Karena satu-satunya pihak yang diuntungkan dengan kondisi kriminalisasi Kami adalah pihak asing selaku competitor Indonesia di kancah komoditas timah dunia,” sebutnya.