Suara.com - Banyak perusahaan Indonesia yang berusaha menarik investasi asing untuk mendukung pertumbuhan dan ekspansi mereka di pasar global.
Namun, meskipun Indonesia menawarkan potensi pasar yang besar, masih ada tantangan besar yang harus dihadapi untuk menarik minat investor asing.
Salah satu tantangan utama adalah kurangnya standar etika yang jelas dan transparansi dalam operasional perusahaan.
Investasi asing cenderung memilih pasar yang memiliki regulasi yang kuat terkait keberlanjutan dan hak asasi manusia, dua aspek yang kini semakin menjadi perhatian utama bagi para investor global.
Baca Juga: Sanggupkah Pertamina Ikuti Titah Prabowo soal Swasembada Energi?
Etika bisnis yang baik mencakup pengelolaan yang adil terhadap karyawan, perlindungan hak asasi manusia, serta kepedulian terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan operasional mereka. Perusahaan yang gagal memenuhi standar etika ini berisiko kehilangan kepercayaan dari para investor yang semakin menuntut transparansi dan keberlanjutan.
Sebagai langkah awal, penting bagi perusahaan Indonesia untuk menyadari bahwa investasi asing tidak hanya berfokus pada potensi keuntungan finansial, tetapi juga pada faktor etika yang mendasari operasional bisnis.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan dan meningkatkan standar etika, perusahaan-perusahaan Indonesia dapat membuka peluang baru.
Untuk mewujudkan hal tersebut, penting bagi perusahaan untuk memahami langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan terhadap standar internasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui studi tahunan yang baru saja diluncurkan oleh FIHRRST (Foundation for International Human Rights Reporting Standards), yang memberikan gambaran mendalam tentang laporan keberlanjutan perusahaan-perusahaan Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Studi ini, yang didukung oleh Moores Rowland Indonesia (MRI), Kedutaan Besar Belgia, dan bekerja sama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS HAM RI), bertujuan untuk menyoroti pentingnya integrasi hak asasi manusia dalam operasional perusahaan untuk menarik investasi asing.
Baca Juga: Menperin Desak Apple Segera Bangun Pabrik Jika Mau Jualan iPhone 16 di RI
Direktur Operasional FIHRRST, Ali Rahmadi menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan besar internasional kini semakin berhati-hati untuk berinvestasi di Indonesia karena adanya penurunan standar etika yang jelas. Dalam hal ini, laporan keberlanjutan menjadi kunci untuk memperbaiki persepsi dan menarik minat investor asing.
Ia juga mengungkapkan bahwa banyak perusahaan asing merasa enggan berinvestasi di Indonesia karena kurangnya standar etika yang diadopsi oleh perusahaan lokal. "Ini ada suatu keadaan yang janggal juga. Kami mengamati bahwa mulai ada perusahaan-perusahaan besar dari luar negeri yang enggan untuk investasi di Indonesia karena standar etikanya menurun," ujarnya.
Founder FIHRRST, Marzuki Darusman menjelasian bahwa uji tuntas hak asasi manusia adalah suatu hal yang penting untuk menangani hal tersebut.
Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia BEI, Risa E. Rustam, juga menekankan pentingnya laporan keberlanjutan sebagai langkah mendukung Pembangunan Berkelanjutan.
Menurutnya, studi ini dapat menjadi referensi berharga bagi pemangku kepentingan di pasar modal Indonesia untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan perlindungan lingkungan dan hak asasi manusia. "Studi yang dilakukan terutama bagi para pemangku kepentingan di pasar modal Indonesia," ujarnya pada acara peluncuran di Jakarta, Selasa (10/12/2024).
Diskusi panel yang diadakan selama acara ini membahas berbagai aspek penting dari laporan keberlanjutan, termasuk uji tuntas hak asasi manusia (HRDD) yang harus diimplementasikan oleh perusahaan Indonesia sesuai dengan standar nasional dan internasional.
Sebagai contoh, panel tentang ESG dan hak asasi manusia menekankan pentingnya memasukkan perspektif lingkungan dalam keberlanjutan perusahaan.
Menurut Imam A. El Marzuq dari Rainforest Alliance, perusahaan harus dapat menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan perlindungan lingkungan. Keberlanjutan yang sejati tidak hanya terkait dengan keuntungan, tetapi juga dengan komitmen terhadap hak asasi manusia dan keberlanjutan sosial.