Suara.com - Pemerintah secara resmi bakal mengumumkan wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai tahun 2025.
Keputusan ini diambil sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Rincian lebih lanjut mengenai kebijakan ini akan disampaikan pada pekan depan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan sebelum mengumumkannya secara resmi, pihaknya bakal terlebih dulu menghadap Presiden Prabowo Subianto terkait rencana kemungkinan pengumuman tarif PPN baru ini.
"Nanti diumumkan minggu depan. Disimulasikan dulu. Ini (hasil rakortas) kita laporkan ke beliau (Presiden)," ujar Airlangga di Kantornya pada Selasa malam (4/12/2024).
Airlangga tidak memberitahukan terkait keputusan tarif PPN untuk 2025 apakah akan dinaikkan tarifnya dari 11 persen menjadi 12 persen atau ditunda penerapannya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan kembali komitmennya untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal tahun 2025. Kenaikan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono, menyampaikan bahwa seluruh proses yang tengah berjalan di Kemenkeu masih mengarah pada implementasi kebijakan tersebut.
"Kami terus berupaya untuk memastikan bahwa kenaikan PPN ini dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan rencana," ujar Parjiono disela-sela acara Sarasehan 100 Ekonom di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Parjiono menekankan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk melindungi daya beli masyarakat. "Jadi memang sejauh ini itu kan yang bergulir," tegasnya.
Baca Juga: Opsen Pajak Dinilai Berdampak Berat Terhadap Industri Otomotif, Tak Ada Lagi Mobil Murah
Berbagai program perlindungan sosial seperti subsidi dan insentif perpajakan akan terus digencarkan untuk meringankan beban masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah.
"Kan daya beli menjadi salah satu prioritas, kita perkuat juga subsidi, jaring pengaman sosial, kalau kita lihat insentif perpajakan kan yang lebih banyak menikmati kelas menengah ke atas," tutur Parjiono.