Menurut Rocky, putusan yang saling bertentangan itu disebabkan susunan majelis hakim yang berbeda. Berdasarkan penelusuran Rocky, susunan majelis hakim yang memeriksa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah di tingkat banding berbeda dengan majelis hakim yang memeriksa Alex Denni. Akibatnya, putusan tingkat banding untuk Alex Denni berbanding terbalik dengan putusan untuk Agus Utoyo dan Tengku Hadi Safinah.
Di tingkat kasasi, Rocky menyebutkan, komposisi majelis hakim juga berbeda. Terdakwa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah diperiksa dan diputus oleh Ketua Majelis yang sama. Sedangkan terdakwa Alex Denni diperiksa dan diputus oleh Ketua Majelis yang berbeda.
"Setelah saya telusuri, perbedaan majelis hakim tersebut dikarenakan hakim yang memeriksa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah telah pensiun pada 2012," ujar Rocky dalam keterangannya.
Menurut Rocky, perbedaan susunan majelis hakim tersebut tidak bisa dilepaskan dari kejanggalan perbedaan waktu pemeriksaan di tingkat kasasi antara terdakwa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah dengan terdakwa Alex Denni. Pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi untuk Agus Utoyo maupun Tengku Hedi Safinah dilakukan pada November 2007.
Sementara Alex Denni baru memperoleh pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi pada Februari 2012 meski telah diputus pada 2008. Menurut Rocky, jika pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi dilakukan lebih awal, misalkan di 2010, hakim yang memeriksa Alex Denni di tingkat kasasi pasti akan sama dengan yang memeriksa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah.
"Saya melihat, dari teknis administrasi peradilan mulai banding hingga kasasi, ada yang ditutupi supaya hakimnya tetap beda. Ada skenario membedakan hakim sehingga terjadi perbedaan putusan," kata Rocky.
Berbagai kejanggalan tersebut menguatkan dugaan adanya rekayasa hukum dalam kasus Alex Denni. Dalam analisisnya mengenai pengenaan Pasal 55 ayat 1 KUHP mengenai pidana penyertaan, Rocky menyebutkan, ketiga terdakwa semestinya sama-sama bebas. Namun, karena perbedaan majelis hakim, hanya Alex Denni yang dinyatakan bersalah.
Akibatnya, kata Rocky, persepsi yang muncul adalah Alex Denni merupakan pelaku tunggal dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Hal ini tidak konsisten dengan dakwaan Pasal 55 KUHP.
"Kelihatan bahwa dalam kasus ini ada rekayasa meski secara ilmu hukum saya tidak bisa menjustifikasi hal itu. Secara semiotik, tampak bahwa pemberitahuan ditunda sampai hakim yang memeriksa kedua terdakwa sebelumnya pensiun," kata Rocky.
Baca Juga: Alex Denni Ajukan Permohonan PK Atas Putusan Kasasi, Hadirkan 3 Ahli Hukum Pidana
Selain kental dengan dugaan rekayasa, Rocky menambahkan, kasus yang dialami Alex Denni juga mengandung aspek pelanggaran HAM yang tinggi. Sebab, Alex Denni harus menunggu selama empat tahun untuk mendapatkan pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi. Ia juga harus menunggu selama 11 tahun untuk mendapatkan pemberitahuan putusan kasasi.