Daftar Perusahaan Pupuk Palsu, Bikin Petani Rugi Hingga Rp3 Triliun

M Nurhadi Suara.Com
Rabu, 27 November 2024 | 18:04 WIB
Daftar Perusahaan Pupuk Palsu, Bikin Petani Rugi Hingga Rp3 Triliun
Menteri Pertanian Amran Sulaiman [via Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Empat perusahaan masuk dalam daftar hitam usai kedapatan menjual pupuk palsu. Perusahaan-perusahaan itu adalah CV Mitra Sejahtera dari Semarang (merk Sangkar Madu), CV Barokah Prima Tani dari Gresik (merk Godhong Prima), PT Multi Alam Raya Sejahtera dari Gresik (merk MARS), dan PT Putra Raya Abadi (merk Gading Mas).

Hal ini dilakukan usai hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kualitas pupuk yang diproduksi jauh di bawah standar SNI dan tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Selain itu, ditemukan indikasi adanya manipulasi dokumen uji kelayakan dari penyedia.

"Petani adalah prioritas kami. Jika ada pihak yang mencoba memanipulasi dan merugikan mereka, itu sama saja dengan mengkhianati masa depan pertanian Indonesia. Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan tegas," ujar Amran dalam keterangannya pada Rabu (27/11/2024).

Beberapa perusahaan juga terbukti tidak membayar pengadaan pupuk, seperti CV Mitra Sejahtera, Koperasi Produksi Pesantren Nusantara, PT Inti Cipta Sejati, dan PT Putra Raya Abadi.

Baca Juga: Petani Sambut Baik Kebijakan Penyederhanaan Distribusi Pupuk Subsidi Pemerintah

Penetapan ini bermula dari informasi masyarakat, yang mendorong Amran meminta Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian untuk melakukan pengujian di laboratorium terakreditasi.

Sampel pupuk diambil dari gudang produksi di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, dan Kota Semarang, Jawa Tengah. Hasilnya menunjukkan bahwa keempat merek pupuk tersebut dinyatakan tidak layak untuk digunakan.

Selain mutu pupuk yang buruk, investigasi lebih lanjut mengungkap adanya indikasi kecurangan. Keempat perusahaan tersebut melampirkan hasil analisis yang diklaim berasal dari PT Sucofindo Surabaya sebagai bukti kelayakan produk. Namun, setelah dikonfirmasi, dokumen tersebut ternyata bukan dokumen resmi dari PT Sucofindo.

"Ini bukan hanya masalah kualitas pupuk yang buruk, tetapi juga soal kepercayaan. Manipulasi seperti ini sangat merugikan negara dan melemahkan rantai pengadaan pupuk nasional. Kami tidak akan memberikan toleransi untuk tindakan semacam ini," tegas Amran.

Keputusan untuk membatalkan kontrak pengadaan pupuk senilai total Rp 18,7 miliar merupakan langkah tegas Amran untuk mencegah kerugian negara dan melindungi petani dari produk yang tidak sesuai standar.

Baca Juga: Proyek Hybrid Green Ammonia Pertama Dunia Akan Dibangun di Indonesia

Rincian nilai kontrak yang dibatalkan dari masing-masing perusahaan adalah Koperasi Produksi Pesantren Nusantara dengan kontrak senilai Rp 6 miliar, PT Inti Cipta Sejati senilai Rp 3,3 miliar, CV Mitra Sejahtera senilai Rp 1,9 miliar, dan PT Putra Raya Abadi senilai Rp 7,5 miliar.

Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan hanya pupuk berkualitas yang tersedia bagi petani. Amran juga mengingatkan semua pihak untuk menjaga integritas dalam pengadaan barang dan jasa di sektor pertanian dan tidak menggunakan merek pupuk yang tidak sesuai standar.

Langkah ini diharapkan dapat menjadi peringatan bagi pihak-pihak yang mencoba bermain-main dengan kebutuhan vital sektor pertanian. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian berkomitmen untuk menjaga keadilan dan keberlanjutan di setiap rantai produksi.

"Saya meminta semua pihak untuk bersinergi dalam mewujudkan pertanian yang kuat, bersih, dan berkelanjutan; jangan ada yang bermain-main apalagi merugikan petani kita," tutup Amran.

Sebelumnya, Mentan juga menegaskan, pihaknya telah mengambil langkah tegas terhadap empat perusahaan yang memproduksi pupuk NPK palsu serta 23 perusahaan lainnya yang memproduksi pupuk di bawah standar komposisi yang ditetapkan.

Amran menjelaskan bahwa akibat tindakan perusahaan-perusahaan tersebut, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai sekitar Rp 316 miliar, sementara kerugian yang dialami petani diperkirakan mencapai Rp 3,23 triliun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI