Suara.com - Lubang tambang akibat reklamasi tidak bisa hanya dianggap menjadi sebuah kerugian bagi masyarakat. Ahli Perhitungan Ekonomi Lingkungan sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Sudarsono Soedomo mengungkapkan bahwa ada nilai tambah yang timbul akibat lubang galian tambang.
Fakta ini terungkap dari jalannya sidang kasus PT Timah, dimana penasihat hukum menanyakan dampak lubang galian tambang, baik dampak buruk maupun keuntungan yang juga timbul. Pasalnya dalam beberapa kasus, masyarakat area sekitar yang justru meminta galian tambang tetap ada karena menyediakan air.
Bahkan masyarakat melalui Pemerintah Daerah diminta supaya tetap dibiarkan seperti itu, tapi kemudian disediakan pompa supaya bisa mengalirkan air bersih untuk bisa menjadi sumber air minum buat masyarakat.
“Kalau kita menilai bahwa yang tadinya itu adalah hutan, kemudian ‘diganggu’ atau ‘dirusak’ karena kegiatan pertambangan, apakah kemudian pada saat hasil akhirnya yang berbentuk lubang-lubang itu, nilai jasa lingkungannya menjadi 0 karena perubahan fungsinya? atau kemudian tetap punya nilai jasa lingkungan karena ada faktor dari pemanfaatan oleh Masyarakat itu?” tanya penasihat hukum dikutip Sabtu (23/11/2024).
Baca Juga: Ikut Rugikan Negara Rp 300 Triliun, Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 7 Tahun Penjara
Dengan tegas Prof. Sudarsono menyatakan bahwa kerugian yang muncul tidak serta merta berakibat negatif. Ada sisi lain yang berpotensi bahkan dirasakan langsung manfaatnya.
“Oke, jadi saya ambil dua jasa lingkungan. Penyimpanan air dan biodiversity. Kita lihat jasa lingkungannya. Nah, Ketika dia masih hutan, nilai jasa penyimpanan airnya itu ada. Saya enggak tau berapalah, ada. Kemudian, biodiversitynya juga ada. Wah kemudian setelah ini dirubah menjadi tambang dan ada void (lubangan), kita lihat lagi penyimpanan air dan biodiversity. Bisa jadi biodiversitynya 0, keanekaragamannya 0,” kata Prof. Sudarsono.
“Tetapi dari menyimpan air, naik tajam dan mungkin ada komponen lain, rekreasi naik juga, bisa jadi seperti itu. Jadi ada nilainya. Ini harus dinilai, enggak bisa dianggap nol, ada nilainya. Dan berapa nilainya itu harus kita lakukan valuasi. Jadi, perubahan ekosistem itu tidak selalu cost, loh. Bisa jadi gain, loh bahkan,” lanjutnya.
Pertanyaan itu muncul sebagai respon dari hasil perhitungan Ahli Lingkungan IPB Bambang Hero yang menyebut kerugian lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas penambangan timah sebesar Rp 271 triliun. Sayangnya, tidak dihitung dampak kebermanfaatan yang masyarakat peroleh.
Baca Juga: Kasus Korupsi Timah, Rusbani Dituntut 6 Tahun Penjara