Ekonom Senior Ungkap Ancaman Krisis Era Orde Baru: Oil Boom Hingga Kontroversi Ibnu Sutowo

M Nurhadi Suara.Com
Sabtu, 23 November 2024 | 08:15 WIB
Ekonom Senior Ungkap Ancaman Krisis Era Orde Baru: Oil Boom Hingga Kontroversi Ibnu Sutowo
Sudrajad Djiwandono [Ist]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ekonom senior sekaligus mantan Kepala Biro Bappenas dan Gubernur Bank Indonesia selama tahun 1993 hingga diberhentikan secara tiba-tiba pada tahun 1998, Sudrajad Djiwandono baru-baru ini membagikan ilmunya terkait bagaimana krisis terjadi dan tantangannya.

Dalam diskusi yang diunggah kanal Universitas Indonesia pada 14 November 2024 itu, ia menyoroti tekanan ekonomi mulai dari era Presiden Soeharto dengan perspektif yang kritis.

Djiwandono, yang terkenal dengan  "respon berorientasi pasar" dalam kebijakannya sebagai Gubernur BI kala itu mengangkat isu tentang harga minyak yang rendah, peran Widjojo Nitisastro sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, serta kontroversi terkait Ibnu Sutowo, Direktur Utama pertama Pertamina.

Pada era 1970-an, ekonomi Indonesia sangat bergantung pada pendapatan minyak. Harga minyak dunia yang hanya sekitar USD 2,6 per barel menempatkan Indonesia dalam situasi sulit.

Baca Juga: Dari Diplomat Ulung Menjadi Wamen PPN: Ini Kekayaan Febrian Alphyanto Ruddyard

Untuk menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah melalui Widjojo Nitisastro—yang dikenal sebagai arsitek ekonomi Orde Baru—mengembangkan strategi pembangunan berbasis perencanaan jangka panjang. Widjojo memimpin kebijakan berbasis liberalisasi ekonomi untuk meningkatkan investasi dan ekspor. Namun, tantangan utama saat itu adalah bagaimana pendapatan minyak dikelola secara transparan dan efisien.

Djiwandono menyebutkan, “Kita hitung terus. Kehebatannya Pak Widjojo adalah memberikan alternatif kebijakan yang berbasis data.”

Pendekatan ini membuktikan pentingnya analisis teknokrat dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah fluktuasi harga komoditas.

"Negara di Dalam Negara": Dominasi Ibnu Sutowo

Salah satu hal menarik yang juga disoroti oleh Djiwandono adalah sangat sentralnya peran Ibnu Sutowo dalam memimpin Pertamina.

Baca Juga: Kekayaan Febrian Alphyanto Ruddyard, Wamen PPN/Bappenas Setia dengan Avanza Lawas

Pada masa itu, Pertamina digambarkan sebagai “negara dalam negara” karena kekuasaan besar yang dimiliki perusahaan tersebut dalam mengelola pendapatan minyak.

“Ibnu Sutowo waktu itu lebih berkuasa dari Pak Harto, waktu itu. Dalam masalah uang. Beneran, saya gak bohong,” ungkap Djiwandono, dalam kanal Kuliah Umum FEB UI via Youtube, seperti yang dikutip pada Jumat (22/11/2024).

"Kita gak tahu, berapa uang yang berasal dari minyak itu," sambung Djiwandono.

Menurut laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (1975), dominasi Pertamina menciptakan tantangan besar bagi transparansi keuangan negara. Pengelolaan yang tidak terkontrol menyebabkan akumulasi utang besar-besaran yang memengaruhi stabilitas ekonomi nasional. Studi oleh McCawley (1978) mencatat bahwa utang Pertamina pada 1970-an mencapai USD 10,5 miliar, yang menjadi krisis likuiditas nasional.

Hingga kini, Ibnu Sutowo masih dianggap sebagai salah satu sosok yang kontroversial karena menunjukkan bagaimana kekuasaan yang terpusat pada satu institusi hingga menimbulkan risiko besar bagi ekonomi negara.

Selain itu, minimnya pengawasan terhadap pengelolaan pendapatan minyak mengakibatkan krisis yang seharusnya dapat dicegah. Menurut Hill (2000), kasus ini menekankan pentingnya tata kelola yang baik (good governance) dalam perusahaan milik negara.

Djiwandono juga menyoroti peran teknokrat seperti Widjojo Nitisastro dalam mengatasi tantangan tersebut. Dengan kebijakan berbasis data dan pendekatan pragmatis, Widjojo dan timnya mampu mengarahkan perekonomian Indonesia keluar dari situasi sulit.

Pemaparan Soedradjad Djiwandono tentang era Soeharto memberikan wawasan berharga mengenai kompleksitas pengelolaan ekonomi nasional, khususnya di sektor minyak. Kasus Pertamina di bawah Ibnu Sutowo menjadi pelajaran penting tentang perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya negara. Selain itu, keberhasilan teknokrat seperti Widjojo Nitisastro menunjukkan pentingnya kepemimpinan berbasis data dan analisis dalam mengatasi tantangan ekonomi nasional.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI