Suara.com - PT Rainbow Tubulars Manufacture (RTM), anak perusahaan PT Sunindo Pratama Tbk (SUNI), menargetkan pabrik kedua yang sedang dibangun dapat beroperasi secara komersial pada Kuartal III tahun 2025.
Direktur Komersial dan Bisnis RTM, Barkeilona, mengungkapkan bahwa pabrik kedua tersebut akan memiliki kapasitas produksi hingga 40.000 ton per tahun dengan nilai investasi sekitar Rp300-Rp400 miliar.
Dia juga menyebutkan bahwa biaya pembangunan pabrik ini lebih tinggi dari perkiraan awal karena adanya kenaikan harga mesin yang belum dihitung sebelumnya.
Saat ini, RTM mampu memproduksi sekitar 25.000 ton hingga 30.000 ton per tahun. Setelah pabrik kedua beroperasi, kapasitas produksi RTM diperkirakan dapat mencapai 70.000 ton per tahun.
Baca Juga: Pipa Tinja Meledak di Tiongkok, Semburkan Limbah ke Mobil dan Pengguna Jalan: Saya Basah Kuyup
Sebagai salah satu industri pendukung sektor minyak dan gas (migas) di Indonesia, RTM dikenal sebagai produsen pipa seamless, termasuk pipa Oil Country Tubular Goods (OCTG) dengan sertifikasi API 5CT (Casing and Tubing) dan API 5L (Line Pipe).
"Pabrik kedua ini diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan domestik yang diperkirakan akan meningkat, seiring dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak di Indonesia," kata Barkeilona ditulis Jumat (22/11/2024).
Selain itu, pabrik ini juga diharapkan dapat memperbesar kapasitas untuk ekspor, yang dihentikan pada 2023 karena RTM lebih fokus pada pemenuhan pasar domestik.
RTM berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas, keselamatan kerja, dan prinsip keberlanjutan dalam operasionalnya sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial.
Sejak 2018, RTM telah memasok pipa, khususnya Tubing, untuk pasar domestik dengan volume yang terus meningkat, mencapai 17.500 ton hingga Oktober 2024. Sebelumnya, RTM juga memasok produk ke pasar internasional seperti Rusia, Kanada, dan Amerika Serikat. Produk RTM telah mencapai lebih dari 40 persen Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Pada tahun 2023, distribusi produk RTM tercatat sebagai berikut: 73 persen untuk Subholding Upstream Pertamina, 15 persen untuk Pertamina Hulu Rokan, 10 persen untuk pasar internasional, dan 2 persen untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lainnya.
"Untuk tahun 2024, RTM berkomitmen untuk sepenuhnya fokus pada pasokan untuk pasar domestik dan menghentikan produksi untuk ekspor." pungkas Barkeilona.