Suara.com - Mantan Deputi Bidang SDM Aparatur, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Alex Denni mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi nomor 163 K/Pid.Sus/2013.
Alex menghadirkan tiga ahli hukum pidana pada sidang permohonan PK yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Masing-masing ahli hukum pidana dari Universitas Pancasila Rocky Marbun. Ahli hukum pidana dari Universitas Bina Nusantara Vidya Prahassacitta dan ahli hukum pidana dari Universitas Bina Nusantara Ahmad Sofian.
Dalam pendapatnya para ahli menyoroti kejanggalan putusan Alex Denni sebagai rangkaian pertentangan suatu putusan dan adanya kekhilafan atau kekeliruan hakim yang nyata. Sebab, perkara Alex Denni tidak dapat dipisahkan dengan perkara Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah.
Ketiganya didakwa pada peristiwa atau perbuatan yang sama dengan unsur penyertaan sesuai Pasal 55 KUHP. Namun, sejak awal perkara ketiganya dipisah alis splitsing yang berakibat pada putusan yang berbeda, bahkan bertentangan.
Rocky Marbun berpendapat pemisahan perkara (splitsing) boleh dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 142 KUHAP sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 141 KUHAP. Disebutkan, jika perkara memiliki keterkaitan satu sama lain maka harus digabungkan.
Ketika tetap dilakukan splitsing, susunan majelis hakim semestinya harus sama. Kalau pun berbeda, hakim harus saling merujuk perkara yang diperiksa oleh hakim lainnya sehingga terjadi konsistensi dalam logika hukum dan kesamaan penerapan hukum.
“Berdasarkan penelitian saya sebelumnya, belum pernah ada peristiwa hukum saling kait mengait tetapi putusannya yang satu bebas sementara satu bersalah. Belum pernah menemukan berkas perkara seperti itu. Paling amar putusannya saja yang berbeda, misalnya yang satu dihukum satu tahun, yang lain dihukum dua tahun," ujar Rocky di hadapan majelis hakim ditulis Jumat (22/11/2024).
Putusan Banding dari Pengadilan Tinggi Bandung pada 2007 menyatakan terdakwa Agus Utoyo dan terdakwa Tengku Hedi Safinah tidak terbukti bersalah sehingga membebaskan keduanya. Putusan tersebut diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung. Sementara putusan Pengadilan Tinggi Bandung pada 2008 yang diperkuat putusan kasasi Mahkamah Agung pada 2013 menyatakan Alex Denni bersalah dan dipidana.
"Sepanjang rangkaian perkaranya sama, perbedaan putusan dalam berkas splitsing ini bisa menjadi salah satu objek alasan PK," ujar Rocky.
Selain disparitas putusan, kekhilafan atau kekeliruan hakim yang nyata juga menjadi alasan bagi Alex Denni untuk mengajukan PK. Dalam pendapatnya ahli hukum pidana dari Universitas Bina Nusantara Vidya Prahassacitta menyoroti dakwaan pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dikenakan terhadap Alex Denni.