BPDPKS Gelar Sosialisasi Pelaksanaan Eksportasi dan Pungutan Ekspor Sawit

Restu Fadilah Suara.Com
Kamis, 21 November 2024 | 17:49 WIB
BPDPKS Gelar Sosialisasi Pelaksanaan Eksportasi dan Pungutan Ekspor Sawit
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menggelar sosialisasi terkait pelaksanaan eksportasi dan pungutan ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya di Hotel Ciputra World Surabaya, Kamis, (21/11/2024). (Dok: BPDPKS)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menggelar sosialisasi terkait pelaksanaan eksportasi dan pungutan ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya di Hotel Ciputra World Surabaya, Kamis, (21/11/2024). Kegiatan ini diikuti oleh para eksportir, pengusaha sawit, CPO dan turunannya hingga para petinggi dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Normansyah Hidayat Syahruddin mengatakan, sosialisasi ini untuk memfasilitasi para eksportir dan stakeholder dari Bea Cukai untuk mengetahui mekanisme terkait dengan pungutan ekspor dan juga tata cara untuk pelaksanaan ekspor dari kelapa sawit itu sendiri.

"Hal ini kami lakukan dalam rangka untuk mensosialisasikan berbagai peraturan-peraturan yang sudah diterbitkan oleh pemerintah saat ini," tutur Normansyah ditemui awak media di sela-sela acara.

Beberapa produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam mendukung dinamika industri kelapa sawit sepanjang 2024 ini antara lain adalah melalui Permenperin 32 Tahun 2024 tentang klasifikasi komoditas turunan kelapa sawit, Permendag 26 tahun 2024 tentang ketentuan ekspor produk turunan kelapa sawit, dan PMK Nomor 62 tahun 2024 tentang tarif pelayanan BLU BPDPKS. 

Baca Juga: Jangan Terlena Penundaan EUDR, Aturan Diskriminatif Ini Bisa Dicontek Negara lain

BPDPKS sendiri telah menerbitkan Peraturan Direktur Utama (Perdirut) Nomor 3 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pengenaan Pungutan Atas Ekspor Kelapa Sawit, CPO/Atau Produk Turunannya. Sesuai Peraturan Direktur Utama BPDPKS tersebut, terdapat beberapa perubahan yang diatur.

Pertama, penyempurnaan proses bisnis mengenai pengenaan pungutan ekspor yakni penyesuaian ketentuan besaran tarif pungutan, optimalisasi penagihan melalui SP3ES Khusus dan Penagihan Piutang.

Kedua, meningkatkan pelayanan kepada eksportir berupa layanan penanganan keberatan dan layanan pengembalian kelebihan pembayaran pungutan (Restitusi).

Ketiga, menjamin kepastian hukum dan manifestasi dari asas keadilan bagi eksportir berupa penegasan norma waktu layanan penanganan keberatan dan restitusi dan penyeragaman format permohonan keberatan, permohonan restitusi dan lain-lain.

Dalam pengaturan besaran tarif, terdapat dua poin yang difokuskan, yaitu, penambahan pengaturan terkait tarif spesifik dan tarif advalorem (persentase) untuk mengantisipasi dinamika ketentuan pengenaan besaran tarif serta penyesuaian dengan perubahan PMK Tarif Layanan BLU BPDPKS (PMK Nomor 62/PMK.05/2024).

Baca Juga: IPOC 2024 Dua Dekade Kelapa Sawit Indonesia Menghadapi Tantangan dan Peluang Global

Adapun dalam PMK terbaru, tarif baru untuk minyak sawit mentah ditetapkan sebesar 7,5 % dari harga referensi yang ditetapkan secara berkala oleh pemerintah. Sebelumnya, pungutan antara US$55 dan US$240 per metrik ton untuk ekspor minyak kelapa sawit mentah, tergantung pada serangkaian braket harga untuk harga referensi bulanan. Dalam peraturan baru tersebut, produk minyak kelapa sawit yang lebih murni juga dikenakan tarif pungutan yang lebih rendah, antara 3% dan 6% dari tarif referensi.

Lebih jauh Normansyah menjelaskan, penyesuaian tarif dilakukan untuk meningkatkan daya saing harga komoditas kelapa sawit dan memberikan nilai tambah harga tandan buah segar di tingkat petani diperlukan penyesuaian nilai pungutan dana perkebunan atas ekspor kelapa sawit, crude palm oil, dan/atau produk turunannya.

"Kami melihat bahwa ekspor kelapa sawit kita ini, daya saingnya sedikit terganggu, dan kita melakukan penyesuaian supaya daya saing ekspor kelapa sawit kita kembali seperti semula," jelas Normansyah.

Jika dilihat, lanjut Norman, data ekspor ke beberapa negara tujuan utama seperti China dan Pakistan rata-rata mengalami penurunan. Penyesuaian tarif pungutan ekspor ini diharapkan dapat membantu pelaku industri kelapa sawit kembali bergairah.

Sebagai informasi, industri kelapa sawit memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 mencapai 4,9% sampai dengan kuartal III/2024.

Sementara produk domestik bruto (PDB) pada sektor pertanian dan perkebunan tumbuh 1,69%, dan sektor industri pengolahan non-migas sebesar 4,23%. Ini artinya, komoditas kelapa sawit menjadi salah satu motor penggerak pada kedua sektor tersebut.

Jika ditinjau dari sisi ekspor, industri kelapa sawit juga merupakan salah satu penyumbang terbesar untuk ekspor non-migas Indonesia. Mengacu data Kementerian Perdagangan (Kemendag), ekspor non-migas Indonesia tercatat sebesar US$181,14 miliar sampai dengan September 2024. Di mana, sebanyak kurang lebih US$14,43 miliar atau sebesar 10,18% berasal dari ekspor lemak dan minyak hewan dan nabati yang didominasi oleh minyak kelapa sawit. Data-data tersebut mengukuhkan peran strategis dari industri kelapa sawit bagi perkebunan Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI