Suara.com - Geger kasus gagal bayar kembali mengguncang industri fintech peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia. Kali ini, anak usaha KoinWorks, KoinP2P, menjadi sorotan setelah sejumlah investor melaporkan kesulitan dalam menarik dana yang telah diinvestasikan.
Dugaan penipuan oleh salah satu borrower besar menjadi akar permasalahan. Dana yang seharusnya dikembalikan kepada para lender diduga telah dibawa kabur oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini membuat ribuan investor merasa dirugikan dan khawatir akan nasib dana mereka.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyatakan akan melakukan investigasi mendalam terhadap kasus ini. Sementara itu, pihak KoinP2P telah mengeluarkan pernyataan resmi dan berjanji akan melakukan segala upaya untuk memulihkan dana para investor yang terdampak.
"OJK telah melakukan pemanggilan terhadap Manajemen KoinP2P untuk meminta penjelasan latar belakang permasalahan dan langkah-langkah konkret penyelesaiannya," beber OJK dalam keterangannya, Kamis (21/11/2024).
Baca Juga: RK Sebut Kredit Tanpa Agunan Bisa Bebaskan Warga dari Jeratan Pinjol
Dari hasil pemanggilan manajemen Koin P2P, OJK juga memperoleh komitmen penyelesaian permasalahan. Sejauh ini manajemen Koin P2P masih dalam proses pembahasan dengan para lender untuk mendapatkan kesepakatan bersama yang rasional dan adil secara business to business, serta dengan mematuhi ketentuan perundang-undangan.
Sebelumnya, KoinP2P mengklaim merugi Rp 365 miliar usai dana pinjamannya diduga dibawa kabur oleh seseorang berinisial MT.
“Korban merasa dirugikan Rp 365 miliar,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi di Polda Metro Jaya, Rabu (20/11/2024).
Peristiwa bermula saat pelapor berinisial BAA selaku direktur dari PT Lunaria Annua Teknologi menjalin kerja sama dengan MT pada 2021.
“Kerja sama di bidang peer to peer lending atau peminjam. Terlapor ini sebagai penjamin perorangan dan perusahaan,” ujar Ade Ary.
Baca Juga: Heboh! Ahli Pertambangan Bantah Kerugian Lingkungan Bisa Dipidana
Berdasarkan laporan itu, setidaknya ada dua skema dugaan penipuan. Pertama, MT mengajukan pinjaman dengan melampirkan 279 data pribadi atau kartu tanda penduduk (KTP) dengan nilai pinjaman Rp 330 miliar.
Sementara, skema kedua, BAA mengajukan pinjaman bilateral sebanyak Rp 35 miliar. “Atas dua skema itu, terlapor diduga tidak melakukan pembayaran kepada korban,” pungkas Ade Ary.