Suara.com - Dian Puji Simatupang, ahli hukum keuangan negara menegaskan bahwa salah pengertian atas kekayaan negara membuat tuduhan korupsi juga dikenakan pada tindakan-tindakan Direksi BUMN dalam transaksi-transaksi yang didalilkan dapat merugikan keuangan negara.
Hal tersebut dikatakan Dian Puji Simatupang, Ketua Peminatan Hukum Keuangan Publik dan Perpajakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang dihadirkan sebagai saksi ahli oleh pihak penasehat hukum terdakwa di sidang tindak pidana korupsi tata niaga timah, Rabu, (20/11/2024).
Dian menambahkan, dalam UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jelas mengatakan bahwa seseorang baru dapat dikenakan tindak pidana korupsi jika sesorang dengan sengaja menjual saham tersebut secara melawan hukum yang disimpannya karena jabatannya atau membiarkan saham tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
Dalam keterangannya di persidangan, Dian mengatakan bahwa harta kekayaan yang dimiliki oleh BUMN tidak menjadi bagian dari kekayaan negara.
Baca Juga: Heboh! Ahli Pertambangan Bantah Kerugian Lingkungan Bisa Dipidana
Dia mengatakan ada penyertaan modal pemerintah atau pemisahan kekayaan negara terkait BUMN. Pemisahan, katanya, dilakukan dalam upaya mitigasi risiko.
"Tapi esensi dasar sebenarnya, Yang Mulia, mengapa tadi disampaikan, kita harus melihat dulu apa pengertian dari penyertaan modal pemerintah atau sebagai kekayaan negara yang dipisahkan. Mengapa harus ada dipisahkan? Yang Mulia, karena berlakulah ketentuan prinsip di Pasal 1 angka 21 PP Nomor 27 Tahun 2014. Maksudnya apa? Maksud pemisahan itu agar dia menjadi miliknya orang yang menerima, sehingga seluruh regulasi, mitigasi risiko berpindah kepada mereka semua," ujarnya.
Terkait soal pemulihan kerusakan lingkungan sebagai ditanyakan JPU, Dian menegaskan tidak bisa dibebankan kepada para terdakwa.
“Uang pengganti yang dibayar seluruh terdakwa tidak akan bisa dipakai untuk memulihkan lingkungan, karena alokasi pemulihan lingkungan hanya bisa dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup,” jelas Dian.
Terkait dakwaan JPU bahwa telah terjadi kerugiaan negara di PT Timah, Dian menjelaskan bahwa selama suatu kegiatan tata niaga timah dilakukan dengan biaya anak perusahaan BUMN sendiri dan tidak ada pengeluaran negara dalam APBN untuk memulihkan kerusakan lingkungan serta tidak ada kekayaan alam dalam bentuk timah yang dicatat milik negara, kegiatan tata niaga timah dalam anak perusahaan BUMN PT Timah Tbk tidak terdapat kerugian negara yang nyata dan pasti.
Baca Juga: Cadangan Melimpah, MIND ID Targetkan Indonesia Kuasai Pasar Mineral Dunia
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Perhitungan itu didasarkan pada laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dibeberkan jaksa meliputi kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. Lalu, jaksa juga membeberkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun berdasarkan hitungan ahli lingkungan hidup.