Suara.com - Presiden Prabowo Subianto baru saja menerbitkan Peraturan Presiden (PP) yang bertujuan untuk menghapus utang para pelaku Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM) di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan, dan UMKM lainnya. Langkah ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Menteri Pertanian dan anggota DPR. Namun, bagaimana kebijakan ini dilihat dari perspektif akademis?
Kepala Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM, Prof. Dr. Bambang Hudayana, M.A., mengakui bahwa program ini berpotensi memberikan manfaat. Namun, dia juga menekankan bahwa masalah yang dihadapi petani dan UMKM jauh lebih kompleks.
"Keputusan ini hanya menyelesaikan sebagian dari masalah yang ada; pemerintah perlu menangani akar permasalahan secara struktural," ungkap Bambang, seperti yang dikutip dari keterangan resminya.
Bambang menegaskan pentingnya untuk tidak hanya melihat peraturan di atas kertas, tetapi juga mempertimbangkan realitas di lapangan.
Baca Juga: Bantu UMKM Stagnan, Pemerintah Gandeng Deddy Corbuzier cs Lewat UMKM Insight 2025
Ia menjelaskan bahwa mayoritas petani di Pulau Jawa beroperasi dalam skala kecil dan sering kali terjebak dalam utang yang tidak terlalu besar, hanya untuk modal dan biaya operasional. Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak terdata oleh pemerintah, sehingga sulit untuk menyasar bantuan secara tepat.
"Jumlah petani gurem ini sangat banyak, bahkan bisa mencapai jutaan orang. Pemerintah harus bisa menjangkau mereka agar mendapatkan keadilan," tegasnya.
Bambang mendorong agar pemerintah memberikan lebih banyak akses dukungan kepada petani kecil karena mereka merupakan kelompok yang paling rentan menghadapi masalah kesejahteraan. Dia menyarankan agar pemerintah fokus pada penyediaan infrastruktur yang baik seperti irigasi, pupuk yang terjangkau, dan bibit berkualitas.
Lebih lanjut, Bambang menekankan bahwa program bantuan harus dilakukan dengan pengawasan ketat untuk memastikan tepat sasaran. "Penyelamatan petani, nelayan, dan UMKM bukan sekadar tentang menghapus utang; ini adalah masalah yang lebih kompleks dan perlu diselesaikan dari akar permasalahannya."
Dia juga menyatakan bahwa bantuan akan lebih efektif jika ditujukan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, seperti usaha pengepul susu sapi yang mengalami kesulitan akibat pandemi.
"Mereka perlu dibantu agar tidak gulung tikar," ujarnya.
Bambang mengingatkan bahwa proyek bantuan rentan terhadap kesalahan sasaran dan potensi korupsi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan program dengan cermat agar tidak menimbulkan ketergantungan jangka panjang pada bantuan.
Dia menekankan bahwa langkah terbaik adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif dan memberikan akses modal serta pemasaran yang lebih baik bagi pelaku usaha kecil.
"Pemerintah harus segera beradaptasi dan beralih dari pendekatan belas kasihan menjadi penguatan infrastruktur dan kelembagaan bisnis," pungkasnya.