Biaya Dana Masih Mahal, Perbankan Alami Tekanan Laba

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 19 November 2024 | 14:52 WIB
Biaya Dana Masih Mahal, Perbankan Alami Tekanan Laba
Ilustrasi Perbankan (Pexels/RDNE_Stock_project)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masih tingginya biaya dana di industri perbankan nasional telah berdampak pada penurunan laba yang terjadi di sejumlah bank papan menengah.

Mahalnya biaya dana atau cost of fund di satu sisi dan rendahnya pertumbuhan pendapatan bunga di sisi yang lain telah menjadi biang kerok dari tekanan terhadap laba sejumlah bank tersebut.

Hal itu tercermin dalam kinerja sejumlah bank papan menengah hingga sembilan bulan pertama tahun 2024.

Sebagai contoh, bank yang masih bertengger di posisi 10 terbesar dari segi aset, yakni PT Bank Danamon Indonesia Tbk, mencatat penurunan laba bersih sebesar 8,96% secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp2,33 triliun pada akhir September 2024.

Jika ditilik dari pendapatan bunga, Danamon masih membukukan pertumbuhan sebesar 18,48% per kuartal III-2024. Namun, beban bunganya meningkat lebih tinggi, yakni 51,11% yoy, sehingga pendapatan bunga bersihnya (net interest income) hanya tumbuh sebesar 4,89%.

Hal serupa terjadi pada PT Bank Maybank Indonesia Tbk, yang berada di peringkat 14 terbesar dari segi aset. Pada kuartal III-2024, Maybank Indonesia mencatat penurunan laba bersih sebesar 55,2% menjadi Rp558 miliar.

Bank berkategori KBMI III tersebut masih mampu membukukan pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 10,2% menjadi Rp9,65 triliun per akhir September 2024. Hanya saja, beban bunganya mencuat sebesar 29,1% menjadi Rp4,32 triliun, sehingga menekan pendapatan bunga bersihnya yang menurun 1,5%.

Sejumlah pengamat telah menyebutkan faktor-faktor yang menjadi penyebab penyusutan laba di sejumlah bank di Indonesia. Selain karena suku bunga acuan yang belum turun banyak pada tahun ini, beberapa tekanan eksternal seperti kondisi geopolitik yang memanas, inflasi global, dan nilai tukar rupiah yang melemah masih terus memengaruhi kinerja laba perbankan.

Di tengah kondisi tersebut, perbankan masih harus berebut dana murah untuk dapat memperbaiki struktur biaya dana mereka. Problemnya, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) secara nasional pun sulit mengejar pertumbuhan kredit yang masih double-digit.

Baca Juga: Melihat 'Jeroan' Bank INA Milik Salim Group yang Alami Lonjakan Kredit Bermasalah

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan DPK industri perbankan nasional per September 2024 tercatat sebesar 7,04% yoy menjadi Rp8.720 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit perbankan meningkat 10,85% yoy menjadi Rp7.579 triliun pada periode yang sama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI