Pemerintah Nekat Naikkan Pajak saat Gelombang PHK Masih Menggila

M Nurhadi Suara.Com
Minggu, 17 November 2024 | 17:45 WIB
Pemerintah Nekat Naikkan Pajak saat Gelombang PHK Masih Menggila
Pekerja melintas di pelican crossing di kawasan Perkantoran Sudirman, Jakarta, Selasa (28/5/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025 yang tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terus menjadi perhatian publik.

Kebijakan ini dinilai penting untuk meningkatkan penerimaan negara, namun banyak pihak mempertanyakan waktu pelaksanaannya di tengah melemahnya daya beli masyarakat, tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan perlambatan ekonomi domestik.

Saat ini, daya beli masyarakat Indonesia sedang tertekan akibat inflasi yang tinggi dan tren deflasi selama lima bulan terakhir, terutama pada kelas menengah.

Ekonom Drajad Wibowo menyebut bahwa melemahnya permintaan domestik telah memengaruhi stabilitas konsumsi rumah tangga, yang merupakan kontributor utama Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca Juga: Respons Murka Ernest Prakasa soal Kenaikan PPN: Gila Kalian

“Bagaimana kalau kenaikan itu membuat orang yang bayar makin sedikit? Sama seperti barang kalau dijual lebih mahal, orang yang beli makin sedikit. Ini ujungnya penerimaan kita jeblok,” kata Drajad di sela-sela Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu 9 Oktober lalu.

Selain itu, data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan bahwa tren PHK di berbagai sektor, khususnya manufaktur dan teknologi, masih terus berlanjut hingga akhir 2024, mengurangi kemampuan masyarakat untuk berbelanja dan membayar pajak.

Sebagai informasi, berdasarkan data dari Satu Data Kemnaker, 63.947 pekerja kena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak awal 2024. Dari jumlah itu, jumlah tertinggi muncul dari DKI Jakarta dengan jumlah terdampak 14.501 pekerja.

Setelah Jakarta, Provinsi Jawa Tengah menjadi daerah dengan jumlah PHK terbanyak, yaitu sekitar 12.489 pekerja. Di urutan berikutnya adalah Banten dengan total 10.702 pekerja yang terkena dampak PHK.

Sementara itu, jumlah pekerja yang mengalami PHK di Provinsi Riau tercatat sebanyak 1.068 orang, Bangka Belitung 1.894 orang, Jawa Barat 8.508 orang, DI Yogyakarta 1.245 orang, dan Jawa Timur 3.694 orang.

Baca Juga: Emiten Leasing Boy Thohir PHK Ribuan Pekerja dan Tutup Kantor

Di provinsi lain, seperti Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, masing-masing terdapat 1.812 dan 1.156 pekerja yang terkena PHK. Beberapa provinsi lainnya juga melaporkan angka PHK dengan jumlah di bawah 1.000 pekerja.

Dampak Langsung Kenaikan PPN

Kenaikan PPN sebesar 1% ini dikhawatirkan akan menambah beban masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah yang daya belinya sudah terpukul. Menurut Aviliani, seorang ekonom senior, kebijakan ini berpotensi menciptakan siklus negatif: konsumsi menurun, dunia usaha terdampak, dan akhirnya penerimaan pajak yang diharapkan justru tidak tercapai.

Lebih jauh lagi, penurunan daya beli ini dapat memicu ketidakstabilan sosial-ekonomi, terutama jika kebutuhan pokok menjadi semakin sulit dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.

Meskipun kenaikan PPN bertujuan untuk mendukung stabilitas fiskal, kebijakan ini perlu dipertimbangkan ulang dengan memperhatikan kondisi masyarakat yang masih menghadapi tekanan ekonomi.

Pendekatan alternatif yang lebih adaptif terhadap situasi sosial-ekonomi dapat memberikan hasil yang lebih berkelanjutan, baik bagi masyarakat maupun pemerintah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI