Namun, harapan tersebut pupus, kondisi keuangan Sritex justru kocar-kacir. Sejumlah faktor internal dan eksternal berkontribusi terhadap kesulitan Sritex dalam melunasi utang tersebut. Penurunan permintaan pasar, persaingan global, pandemi Covid-19 hingga serbuan produk tekstil impor yang jauh lebih murah membuat kas Sritex babak belur hingga diputus pailit.
Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto menekankan bahwa keberlanjutan usaha atau going concern Sritex sangat bergantung pada keputusan kurator dan hakim pengawas yang memutuskan pailit.
Jika izin beroperasi kembali dikeluarkan, perusahaan berharap dapat berproduksi normal.
"Jadi ini ada proses going concern yang harus cepat diputuskan oleh hakim pengawas. Karena ini akan membantu kami dalam keberlanjutan (usaha)," kata Iwan dalam konfrensi persnya di Kantor Kemenaker Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Saat ini kata Iwan, pihaknya terpaksa meliburkan 2.500 buruhnya karena perusahaan kekurangan bahan baku akibat putusan pailit.
Meski pihaknya meliburkan karyawannya, mereka masih tetap digaji. Namun, dia berharap agar proses administrasi yang tersendat ini bisa segera kembali seperti semula agar pekerja yang diliburkan bisa kembali bekerja dan operasional bisa kembali berjalan.
“Dan ini keberlangsungan usaha ini adalah pokok ya dalam menunggu bridging, dalam menunggu kasasi,” ujarnya.