Suara.com - Skema penyelamatan salah satu pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara, Sritex terus diupayakan untuk mencegah puluhan ribu pekerja di ambang pemutusan hubungan kerja (PHK). Sritex sebelumnya dinyatakan pailit pada Oktober 2024 lantaran tak sanggup membayar utang kepada kreditur dengan jumlah melebihi aset perusahaan. Sritex tercatat memiliki utang setara Rp25 triliun kepada 28 bank dengan rincian.
1. PT Bank Central Asia Tbk US$82 juta
2. State Bank of India, Singapore Branch US$43 juta
3. PT Bank QNB Indonesia Tbk US$37 juta
Baca Juga: Cara Tarik Tunai GoPay di ATM BCA, Tak Perlu Pakai Kartu!
4. Citibank N.A., Indonesia US$36 juta
5. PT Bank Mizuho Indonesia US$34 juta
6. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk US$33 juta
7. PT Bank Muamalat Indonesia US$25 juta
8. PT Bank CIMB Niaga Tbk US$25 juta
Baca Juga: Komisaris BCA: LCGC Bisa Lebih Ramah Lingkungan Dibanding Mobil Listrik
9. PT Bank Maybank Indonesia Tbk US$25 juta
10. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah US$ 24 juta
11. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk US$24 juta
12. MUFG Bank Ltd US$24 juta
13. Bank of China (Hong Kong) Limited US$22 juta
14. PT Bank KEB Hana Indonesia US$22 juta
15. Taipei Fubon Commercial Bank Co, Ltd US$20 juta
16. Woori Bank Singapore Branch US$20 juta
17. Standard Chartered Bank US$20 juta
18. PT Bank DBS Indonesia US$ 18 juta
19. PT Bank Permata Tbk US$17 juta
20. PT Bank China Construction Indonesia Tbk US$15 juta
21. PT Bank DKI US$9,1 juta
22. Bank Emirates NBD US$9 juta
23. ICICI Bank Ltd Singapore Branch US$7 juta
24. PT Bank CTBC Indonesia US$7 juta
25. Deutsche Bank AG US$6,9 juta
26. PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk US$5 juta
27. PT Bank Danamon Indonesia Tbk US$4,5 juta
28. PT Bank SBI Indonesia US$4,4 juta.
Setelah dinyatakan bangkrut, masa kejayaan Sritex sepertinya hanya tinggal cerita lampau. Sritex telah lama berkutat dengan masalah keuangan. Pada September 2023, ekuitas perusahaan tercatat negatif, menandakan defisit modal dan kondisi perusahaan yang kritis. Utang Sritex mencapai US$1,54 miliar (Rp24,3 triliun), jauh melebihi asetnya yang hanya US$653,51 juta (Rp10,33 triliun).
Penurunan drastis kinerja Sritex dipicu oleh beberapa faktor, termasuk pandemi Covid-19 yang menghantam industri tekstil global. Persaingan ketat di pasar internasional dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga memperparah kondisi keuangan perusahaan.
Pailitnya perusahaan tekstil raksasa ini tentu menjadi pukulan besar bagi industri tekstil nasional, serta puluhan ribu karyawan yang menggantungkan hidupnya pada Sritex.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni