Suara.com - Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara didirikan era Presiden Prabowo Subianto, tidak lama setelah ia dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia.
BPI Danantara adalah lembaga yang bertanggung jawab mengelola aset negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendukung investasi strategis.
Fokus utama Danantara adalah pada sektor-sektor penting, seperti hilirisasi, infrastruktur, ketahanan pangan dan energi, serta transformasi digital.
Dengan visi sebagai penggerak transformasi ekonomi nasional, Danantara diharapkan dapat mempercepat pengembangan korporasi berskala besar yang berperan signifikan dalam ekonomi Indonesia.
Baca Juga: Prabowo Beri Arahan Tertutup ke Jajaran Forkopimda, Bahas Pilkada?
Pembentukan Danantara merupakan hasil revisi atas Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Muliaman Hadad, Kepala BPI Danantara, badan ini berfungsi layaknya "sovereign wealth fund" dengan modal awal sekitar USD 600 miliar, atau setara Rp9.429,8 triliun (kurs Rp15.716 per USD).
Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk mendukung program-program prioritas yang memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Beberapa BUMN dengan aset besar, seperti PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT PLN, Pertamina, dan PT Telkom Indonesia Tbk, telah ditetapkan sebagai bagian dari portofolio investasi Danantara.
Danantara dipimpin oleh Muliaman Hadad, dengan Kaharuddin Djenod sebagai Wakil Kepala, yang dilantik berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 142/P Tahun 2024.
Hadad menjelaskan bahwa berbeda dengan Kementerian BUMN, Danantara akan mengelola aset negara yang tidak dibiayai oleh APBN, melainkan berasal dari aset yang dipisahkan, sehingga lebih fleksibel dalam pengelolaan investasi dan pertumbuhannya.
Baca Juga: Ultimatum Kabinet dan Forkopimda Jangan Korupsi! Prabowo Tegaskan Tak Segan Tindak Pejabat Korup