Target Ekonomi 8% Terancam? Kebijakan Kemasan Rokok Dinilai Bunuh Industri Tembakau

Achmad Fauzi Suara.Com
Kamis, 07 November 2024 | 08:56 WIB
Target Ekonomi 8% Terancam? Kebijakan Kemasan Rokok Dinilai Bunuh Industri Tembakau
Penjual rokok eceran di Pontianak, Kalimantan Barat, sedang menjajakan barang dagangannya, Sabtu (3/8/2024). (Suara.com/Maria)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pelaku usaha hingga pedagang mendesak agar wacana kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) harus dibatalkan, mengingat besarnya dampak terhadap industri hasil tembakau serta ekosistem di dalamnya terhadap perekonomian regional maupun nasional.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menggarisbawahi proses perumusan wacana kebijakan seharusnya berbasis data dan melibatkan seluruh pihak terkait.

Namun, nyatanya proses perumusan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan Rancangan Permenkes tidak memilki kajian yang mendalam serta tidak melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terkait di sektor tembakau.

Menurutnya, kebijakan tersebut dapat merugikan banyak pihak, mulai dari petani, pekerja, hingga toko kelontong kecil yang bergantung pada penjualan rokok untuk menggerakan usahanya.

"Bagaimana nasib toko kelontong yang menjadi mata pencaharian utama pedagang kecil jika aturan ini disahkan? Bisa terdampak serius jika kebijakan ini disahkan,” ujar Adik dalam diskusi media bertajuk “Mengejar Pertumbuhan Ekonomi 8%: Tantangan Industri Tembakau di Bawah Kebijakan Baru” di Jakarta, seperti dikutip Kamis (7/11/2024).

Menurutnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya menekan industri hasil tembakau secara serampangan melalui berbagai kebijakan tanpa adanya kajian solid.

Belum selesai dengan PP 28/2024, muncul lagi rencana kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes. Padahal, selama ini pihaknya kerap memberikan pelatihan tentang pentingnya branding bagi pelaku usaha.

"Karena brand bukan sekadar identitas, tetapi juga alat untuk mencegah pemalsuan. Tanpa identitas merek yang jelas, potensi pemalsuan produk meningkat dan mendorong peredaran rokok ilegal, yang justru akan merugikan pemerintah dan masyarakat," imbuh dia.

Jawa Timur (Jatim) sendiri, kata Adik, sangat bergantung pada kontribusi industri hasil tembakau. Berdasarkan data, pendapatan daerah dari pajak rokok mencapai Rp19,6 triliun, dengan kontribusi dari industri tembakau sekitar Rp12 triliun. Di Jatim sendiri, tingkat penyerapan tenaga kerja untuk penyandang disabilitas pada industri hasil tembakau mencapai 4%, jauh di atas ketentuan nasional yang hanya 1%.

Baca Juga: Industri Tembakau Tertekan, Pengusaha Daerah Surati Prabowo Batalkan Kebijakan Rokok Baru

Bagi Adik, kebijakan yang terlalu membatasi industri hasil tembakau akan berdampak langsung pada masyarakat. Selain itu, Jawa Timur memiliki lahan tembakau seluas 200 hektare yang menyerap ratusan ribu tenaga kerja di sektor pertanian. Karenanya, jika pemerintah mencanangkan target pertumbuhan ekonomi 8%, lapangan pekerjaan di sektor pedesaan perlu ditingkatkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI