Suara.com - Terdakwa Harvey Moeis mengaku telah mengumpulkan dana sebesar 1,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) dari empat perusahaan smelter swasta dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. pada tahun 2015 hingga 2022.
Dia menjelaskan bahwa sebagian dari uang tersebut merupakan dana sosial yang selama ini dikenal sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR).
"Selain itu, ada juga 25 ribu dolar Singapura yang diterima tiga kali, tetapi itu hanya sebagian kecil," ujar Harvey saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada hari Senin (4/11/2024).
Meskipun menerima uang dalam jumlah besar tersebut, ia mengaku tidak mencatat transaksi dari keempat smelter swasta secara pribadi karena sudah ada bagian keuangan yang menangani pencatatan transaksi.
Baca Juga: Geledah Sejumlah Lokasi, KPK Amankan Rp 2,4 Miliar di Kasus Taspen
Keempat smelter yang dimaksud adalah CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Harvey juga menyatakan bahwa uang yang dikumpulkan dari smelter swasta digunakan untuk membantu pembelian alat kesehatan untuk penanganan COVID-19 tanpa sepengetahuan keempat smelter tersebut.
"Saya belum sempat memberi tahu pihak smelter, tetapi dana itu digunakan untuk bantuan alat kesehatan di RSCM dan RSPAD," kata dia, seperti yang dikutip via Antara.
Dalam persidangan tersebut, Harvey bersaksi dalam kasus dugaan korupsi timah yang melibatkan dirinya dan tiga petinggi smelter swasta lainnya, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun.
Ketiga petinggi smelter tersebut adalah pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon, General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, serta Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie.
Baca Juga: Menko Zulhas Dukung Proses Hukum Kasus Gula Impor Tom Lembong
Selain ketiga petinggi smelter swasta, terdapat juga seorang pengepul bijih timah bernama Kwan Yung alias Buyung yang didakwa melakukan tindakan serupa.
Akibat perbuatan mereka, keempat terdakwa diancam dengan hukuman sesuai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus untuk Tamron, ia juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).