Korban Asuransi GEGII Desak OJK Jatuhkan Sanksi untuk Great Eastern General Insurance Indonesia

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 04 November 2024 | 15:24 WIB
Korban Asuransi GEGII Desak OJK Jatuhkan Sanksi untuk Great Eastern General Insurance Indonesia
Pengacara korban asuransi PT. Great Eastern General Insurance Indonesia (PT. GEGII) mengecam pernyataan PT. GEGII yang menuduh kliennya sembunyikan fakta material dalam proses penutupan asuransi.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengacara korban asuransi PT. Great Eastern General Insurance Indonesia (PT. GEGII) mengecam pernyataan PT. GEGII yang menuduh kliennya sembunyikan fakta material dalam proses penutupan asuransi. Menurutnya, tuduhan itu tidak berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.

“Kami menilai, PT. GEGII memutarbalikkan fakta. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dalam Perkara No. 209/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst, terbukti bahwa PT. GEGII tidak menerapkan tata kelola perusahaan yang baik pada saat penutupan asuransi. Atas pertimbangan itu, pengadilan menyatakan PT. GEGII terbukti melakukan perbuatan wanprestasi (ingkar janji) dan menghukumnya untuk membayar klaim asuransi klien kami”, kata Fatiatulo Lazira, S.H., selaku kuasa Hukum PT. Rajawali Bara Makmur (PT RBM) ditulis Senin (4/11/2024).

Menurutnya, penolakan klaim asuransi PT. GEGII karena terjadi perbedaan penafsiran fakta meterial tentang penghitungan rasio kerugian (loss ratio) dan loss record (pengalaman klaim), dimana loss ratio dapat dihitung dari klaim asuransi yang dibayarkan (incurred claim) ditambah biaya penyesuaian (adjustment expenses) kemudian dibagi dengan total premi yang diperoleh (total premium earned).

PT. GEGII beralasan, PT. RBM yang diwakili oleh PT. Sukses Utama Sejahtera (PT. SUS) tidak mengungkap informasi/fakta material terkait peristiwa kecelakaan kandasnya Kapal BG Charles 209 yang mengangkut muatan batu bara milik PT. RBM yang terjadi pada 24-25 Desember 2022, sehingga mengakibatkan tumpahnya muatan batu bara milik PT. RBM ke lautan.

Baca Juga: BRINS Optimalkan Big Data Maupun AI untuk Jawab Kebutuhan Konsumen Akan Asuransi

Faktanya, PT. RBM belum mendapat konfirmasi pembayaran klaim atas kecelakaan pada 24-25 Desember 2022, sehingga penghitungan rasio kerugian (loss ratio) pada saat penutupan asuransi adalah nol.

“Perbedaan penafsiran ini seharusnya tidak terjadi, kalau dari awal pada saat penutupan asuransi, PT. GEGII sudah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana diwajibkan oleh ketentuan hukum yang berlaku, dimana berdasarkan Pasal 32 POJK 22/2023, mewajibkan PUJK memberikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas, akurat, jujur, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian, baik pada saat melakukan kegiatan pemasaran dan sebelum menandatangani perjanjian,” jelasnya.

Menurut Fati, PT. RBM selaku tertanggung yang diwakili oleh PT. SUS selaku broker, telah mengungkapkan fakta material secara jujur kepada PT. GEGII selaku penanggung, termasuk diantaranya bahwa rasio kerugian (loss ratio) PT. RBM selama 5 (lima) tahun terakhir dan diperbaharui menjadi 3 (tiga) tahun adalah nol, serta bahwa PT. RBM juga memiliki asuransi dengan perusahaan asuransi lain saat itu.

“Pada saat penutupan asuransi, klien kami sudah mengungkapkan informasi yang benar sesuai dengan formulir placing slip, dan PT. GEGII tidak pernah melakukan identifikasi dan verifikasi informasi tersebut (customer due diligence), baik dalam bentuk wawancara maupun survey, sehingga klien kami merasa bahwa informasi yang disampaikan sudah cukup. Giliran klien kami mengajukan klaim, baru sekarang dicari-cari kesalahan untuk menolak klaim”, jelas Fati Lazira.

Ia menegaskan, pada saat penutupan asuransi, menurut hukum perusahaan asuransi wajib menerapkan identifikasi dan verifikasi atas dokumen pendukung (customer due diligence) terhadap konsumen, sebagai wujud penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer/KYC) serta dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen.

Baca Juga: Biaya Asuransi Mobil All Risk dan Simulasi Perhitungannya, Kendaraan Rp 125 Juta Dapat Berapa Rupiah?

Secara teknis, merujuk pada POJK 22/2023, contoh menelaah kesesuaian dokumen yang memuat informasi calon konsumen dan/atau konsumen dengan fakta yang sebenarnya antara lain mencocokkan kesesuaian tempat tinggal konsumen dengan data pada identitas konsumen, melakukan survei yang memadai, dan wawancara terhadap konsumen untuk meneliti dan meyakini kebenaran informasi yang terdapat dalam dokumen yang disampaikan oleh konsumen.

“Kalau perusahaan asuransi sudah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik sesuai dengan hukum asuransi dan hukum di sektor jasa keuangan, perbedaan penafsiran terkait loss ratio mapun loss record, seharusnya tidak terjadi. Ketidakcupkan proses seleksi risiko yang dilakukan oleh pada saat penutupan asuransi, maka tindakan tersebut dikualifikasi sebagai risiko asuransi dan tidak dapat menjadi alasan penolakan klaim asuransi." ucapnya.

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 44/POJK.05/2020 Tahun 2020 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank, risiko asuransi adalah risiko kegagalan perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi syariah untuk memenuhi kewajiban kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi risiko (underwriting), penetapan premi atau kontribusi, penggunaan reasuransi, dan/atau penanganan klaim

Ia pun mengingatkan PT. GEGII bahwa UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian sudah mengatur bahwa perusahaan asuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim dengan alasan yang masih berkaitan dengan penutupan asuransi.

Fati juga menerangkan bahwa pada saat PT. RBM mengajukan klaim, PT. GEGII menunjuk surveyor yang tidak disepakati dalam polis asuransi.

“Di persidangan, terungkap fakta bahwa terdapat 4 (empat) Nominasi Loss Adjuster & Marine Surveyor di dalam polis asuransi, akan tetapi PT. GEGII justru menunjuk pihak lain di luar polis. Tindakan ini jelas menunjukkan ketidakpatuhan dan bertentangan dengan hukum”, jelasnya.

Mengingat hal tersebut, Fati meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi kepada PT. GEGII, berupa pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya; atau pencabutan izin produk dan/atau layanan.

“OJK sebagai lembaga representasi negara yang dibentuk agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, harus melakukan tindakan hukum terhadap PT. GEGII, agar tidak menjadi preseden yang menimbulkan semakin banyak korban di sektor asuransi seperti yang sering terjadi”, pintanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI