Laporan PPKE UB tahun 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen konsumen rokok di Indonesia mengaku pernah membeli rokok tanpa pita cukai. Temuan ini menunjukkan bahwa kebijakan tarif cukai selama ini telah memperburuk situasi.
"Ini menjadi indikasi bahwa kebijakan cukai yang terlalu ketat dapat memperparah peredaran rokok ilegal dan menimbulkan kerugian bagi negara," jelas Prof. Candra.
Pendapat serupa diutarakan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Novat Pugo Sambodo. Menurutnya, kebijakan kenaikan cukai rokok yang tinggi beberapa tahun belakangan justru mendorong downtrading di kalangan konsumen, di mana mereka beralih ke produk rokok yang lebih murah, termasuk rokok ilegal.
"Kebanyakan produk yang dikonsumsi masyarakat bawah pada rokok bersifat inelastis. Tidak mengapa turun kualitas, yang terpenting tetap merokok," beber dia.
Novat menilai bahwa keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif CHT serta melakukan penyesuaian Harga Jual Eceran (HJE) pada tahun 2025 merupakan langkah yang tepat dalam merespons tren downtrading yang semakin marak.
Menurutnya, fenomena downtrading ini terlihat dari penurunan produksi rokok golongan I yang terkena cukai lebih tinggi di mana terjadi penurunan produksi sebesar 14%. Sebaliknya, rokok golongan II dan III, yang lebih terjangkau, mengalami peningkatan produksi masing-masing sebesar 11,6% dan 28,2%.
"Keputusan untuk tidak menaikkan CHT dan melakukan penyesuaian HJE di tahun 2025 merupakan upaya pemerintah untuk meminimalisir atau mengurangi tren downtrading dan menjaga stabilitas harga, sehingga diharapkan dapat menahan laju perpindahan konsumen ke rokok dengan harga yang lebih rendah," pungkas dia.