Sudah 18 Tahun, Pemerintah Masih Kesulitan Buru Utang Rp2,23 Triliun Lumpur Lapindo ke Grup Bakrie

Senin, 28 Oktober 2024 | 10:29 WIB
Sudah 18 Tahun, Pemerintah Masih Kesulitan Buru Utang Rp2,23 Triliun Lumpur Lapindo ke Grup Bakrie
Endapan lumpur Lapindo mengering di kolam penampungan di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (29/5/2021). ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sengketa utang antara pemerintah dan Grup Bakrie terkait bencana lumpur Lapindo terus berlanjut. Meski telah bertahun-tahun berlalu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan masih terus berupaya menagih utang sebesar Rp 2,23 triliun yang belum dilunasi oleh perusahaan milik Aburizal Bakrie tersebut.

Utang ini berasal dari dana talangan yang diberikan pemerintah untuk menanggulangi bencana lumpur Lapindo pada tahun 2006. Meskipun telah jatuh tempo, Grup Bakrie hingga kini baru membayar sebagian kecil dari total utang.

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pernah menegaskan komitmennya untuk menagih utang talangan bencana Lumpur Lapindo sebesar Rp2,23 triliun kepada PT Minarak Lapindo Jaya yang merupakan anak perusahaan Grup Bakrie. Namun hingga saat ini segala upaya tersebut belum membuahkan hasil.

Utang tersebut berasal dari dana yang digunakan pemerintah untuk membantu masyarakat terdampak bencana lumpur panas di Sidoarjo beberapa tahun lalu.

Baca Juga: Pemerintahan Prabowo Hadapi Tantangan Defisit Anggaran Hingga Rp 616 Triliun, Pengamat: Akumulasi Utang

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit terkait kasus lumpur Lapindo. BPK telah mengumumkan hasil audit terkait masalah ini. Dalam dokumen BPK itu tercatat per 31 Desember 2020, utang Lapindo ke negara mencapai Rp2.233.941.033.474. atau mencapai Rp2,23 triliun.

Berdasarkan LKPP Kementerian Keuangan Tahun 2020, Lapindo memiliki utang jangka panjang Rp773.382.049.559, belum termasuk bunga dan denda keterlambatan pengembalian. Jika ditotal, utang Lapindo tembus Rp2,23 triliun. 

Semuanya bermula pada tanggal 29 Mei 2006, ketika terjadi semburan lumpur panas dari sumur Banjarpanji-1, Porong, Sidoarjo. Semburan ini berasal dari aktivitas pengeboran eksplorasi gas Blok Brantas yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas.

Sebelum kejadian, PT Lapindo Brantas telah beberapa kali diperingatkan mengenai risiko pengeboran pada kedalaman yang mencapai 8.500 kaki. Namun, peringatan tersebut tampaknya tidak diindahkan.

Sejak saat itu, semburan lumpur terus berlangsung tanpa henti, bahkan semakin membesar dan meluas. Lumpur panas ini menenggelamkan permukiman, lahan pertanian, dan infrastruktur penting di wilayah Sidoarjo hingga saat ini.

Baca Juga: Prabowo Turun Gunung, Minta 4 Menteri Selamatkan Sritex dari Ujung Kebangkrutan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI