Suara.com - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) merespon rencana Kemenkes menetapkan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Aturan itu dinilai buruh tembakau akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan akan terus melakukan diskusi dengan berbagai Kementerian dan Lembaga terhadap aturan yang akan berdampak terhadap ketenagakerjaan, termasuk kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.
"Kita pasti akan kordinasi dengan lembaga terkait," ujarnya di Kantor Kemnaker yang dikutip Rabu (23/10/2024).
Lebih lanjut, Indah menyatakan bahwa pihaknya ikut memantau dari perkembangan regulasi inisiatif Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tersebut.
Baca Juga: Perangi Pengangguran: Fokus Utama Menaker dan Wamenaker Baru Menuju Indonesia Emas 2045
Dia turut berjanji akan merancang program-program yang bisa melindungi para pekerja serta membuat program baru untuk mengatasi pengangguran di Indonesia.
"Kalo yang terkait Kemnaker kan concern-nya pada bagaimana kita upaya menanggulangi PHK dan mencegah PHK bertambah. Dan pasti akan kita pikirkan terkait dengan PHK," jelas dia.
Sebelumnya, serikat buruh telah menyuarakan penolakannya terhadap Rancangan Permenkes yang memuat ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek ini. Beberapa waktu lalu, anggota Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) dari berbagai daerah menggelar aksi unjuk rasa di Kementerian Kesehatan untuk menolak Rancangan Permenkes dan meminta Kemenkes mencabut pasal-pasal bermasalah dalam PP 28/2024.
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto AS menilai Rancangan Permenkes produk tembakau ini akan banyak menimbulkan permasalahan di Indonesia, seperti PHK akibat maraknya rokok ilegal. Sudarto mengatakan, jika peredaran rokok ilegal semakin parah akibat aturan ini, ujungnya akan berdampak terhadap efisiensi di industri rokok legal. Selain itu, penerimaan pajak negara dari industri hasil tembakau akan berkurang.
"Kemasan rokok polos akan tambah memicu rokok ilegal. Rokok ilegal tumbuh, dapat dipastikan akan terjadi efisiensi pekerja," ucapnya.
Baca Juga: Ancaman PHK Massal, Kebijakan Kemasan Rokok Polos Picu Kegaduhan
Sudarto menyampaikan, pihaknya akan terus melakukan penolakan terhadap kebijakan yang memberatkan industri hasil tembakau dan akan berdampak terhadap pekerja rokok. Terlebih selama ini, pihaknya sama sekali tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan tersebut. Hal ini dinilainya tidak adil kepada para pekerja di industri hasil tembakau.
"Surat sudah kami kirim kepada presiden, audiensi (dengan Kemenkes) sudah ada tetapi cenderung dipersulit dan tidak didengar, kami undang dalam forum resmi untuk dialog, tapi Kemenkes tidak datang dan justru mereka mengadakan public hearing, sedangkan kami tidak diundang," tutur Sudarto.
Bahkan, ia berjanji akan kembali melakukan unjuk rasa lanjutan jika masukan buruh tidak kunjung diakomodir. "Kalau pekerja terus dikorbankan dan tidak dicarikan solusi, kami datang lagi dengan massa yang lebih besar," pungkasnya.