Suara.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia baru saja menghentikan dua kapal keruk berbendera Singapura yang mengeruk pasir di perairan Batam. Simak uraian kronologi kapal Singapura curi pasir di Batam hingga rugikan negara triliunan rupiah.
Dua kapal keruk, dradger MV YC 6 dan MV ZS 9 berbendera Singapura diduga telah melakukan kegiatan pengerukan tanpa izin di perairan Batam. Saat dilakukan pemeriksaan,MV YC 6 yang berukuran 8.012 gross tonnage (GT) dan MV ZS berukuran 8.559 GT terindikasi melakukan penambangan di perairan Batam dengan tidak sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku.
Kapal tersebut dapat mengisap pasir sampai 10 ribu meter kubik. Di dalam kapal tersebut terdapat 16 orang anak buah kapal yang terdiri atas dua orang anak Warga Negara Indonesia (WNI), satu orang warga Malaysia, dan 13 warga negara China.
Kronologi Kapal Singapura Curi Pasir di Batam
Baca Juga: Di Tengah Badai Kritik, Siapa Untung Dibalik Kebijakan Ekspor Pasir Laut?
Penangkapan terhadap kapal dradger raksasa tersebut di atas terjadi pada hari Rabu, 9 Oktober 2024. Setelah dilakukan pemeriksaan ternate kedua kapal tidak memiliki dokumen resmi untuk melakukan penambangan di Indonesia. Dokumen yang ditemukan hanyalah dokumen pribadi nahkoda kapal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, pasir yang terdapat di palka kapal tersebut berjumlah total 10.000 meter kubik. Pasir laut tersebut diakui oleh nahkoda kapal akan dikirim ke Singapura.
Nahkoda kapal tersebut juga bersaksi bahwa ia membawa kapal tersebut ke Kawasan perairan Batam sebanyak 10 kali setiap bulan. Itu artinya per bulan sudah 100 ribu meter kubik pasir laut diambil oleh mereka.
Dari hasil pemeriksaan terungkap bahwa ada bendera Malaysia, Singapura, dan Republik Sierra Leone terpasang di kapal tersebut. Republik Sierra Leone sendiri merupakan buah negara di benua Afrika Barat.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan an Perikanan (KKP) menegaskan sampai saat ini belum ada izin pemanfaatan pasir laut dirilis oleh KKP. Oleh karena itu, sesuai bunyi PP 23 tahun 2023, tentang pengelolaan Hasil Sedimentasidi Laut, aktifitas kedua kapal di Kawasan perairan Batam tersebut adalah legal.
Baca Juga: Jadi Nelayan Dianggap Tidak Lagi Menguntungkan, Anak Muda Pesisir Pilih Kerja di Luar Negeri
Kerugian yang Diderita Negara Akibat Pencurian Pasir di Batam
Disebutkan oleh Direktur Jenderal Kelautan an Ruang Laut KKP bahwa kerugian yang diderita negara akibat pencurian pasir di Batam ini diperkirakan mencapai Rp223 miliar. Penghitungan tersebut merupakan nilai kerugian selama setahun. Ini baru dari segi pengambilan pasirnya, apabila ditambahkan dengan biaya izin resmi penambangan di Kawasan Indonesia, maka kemungkinan angka kerugian yang diderita Indonesia totalnya bisa mencapai triliunan rupiah.
Kontributor : Mutaya Saroh