Suara.com - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) menggelar unjuk rasa di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kamis (10/10).
Unjuk rasa ini ialah imbas dari rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) dan diterbitkannya PP Nomor 28 Tahun 2024 beberapa waktu lalu.
Ketua Umum PP FSP RTMM SPSI Sudarto AS mengungkapkan bahwa unjuk rasa ini merupakan langkah kesekian yang ditempuh pihaknya dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai pekerja yang terancam kehidupannya akibat adanya pasal restriktif inisiatif Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melalui PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes.
Sudarto mengatakan pihaknya sudah berulang kali mengirimkan surat dan mengajak audiensi kepada Kemenkes. Tapi usaha dialog yang diajukan tidak kunjung mendapat respons oleh Kemenkes. Oleh karena itu, hari ini melakukan unjuk rasa turun ke jalan dengan ribuan buruh dan pekerja tembakau yang tergabung dalam RTMM SPSI.
Baca Juga: Biar Tak Salah Persepsi, YLKI Minta Pemerintah Beri Penjelasan Kebijakan Rokok Baru
"Kami sudah mengirim surat kepada kemenkes tapi tidak diterima, kedua sudah mencoba audiensi berulang kali namun tidak direspons, ketiga, pemerintah sudah diminta untuk audiensi tapi tetap tidak datang. Maka kami tenaga kerja turun ke Jakarta," ujarnya seperti yang dikutip, Jumat (11/10/2024).
Sudarto mengatakan, PP 28/2024 merupakan kebijakan yang membuat industri rokok beserta usaha masyarakat yang terkait di dalamnya akan semakin terancam. Pasalnya saat ini saja industri rokok sudah terlalu banyak tekanannya.
Ditambah lagi kata Sudarto dalam aturan tersebut terdapat aturan kemasan rokok polos tanpa merek, dirancang melalui RPMK yang penuh kejanggalan.
Ia mengatakan aturan tersebut akan berdampak pada menjamurnya produk rokok ilegal yang tersebar di masyarakat. Hal ini nantinya akan berdampak terhadap penurunan pemasukan negara melalui cukai hasil tembakau. Imbasnya lagi antara lain ancaman bagi ketersediaan lapangan kerja yang sebelumnya ada di lingkup industri tembakau.
"Sehingga peraturan menyengsarakan para buruh, saat ini lapangan pekerjaan sulit, Kedua akibat rokok ditekan terlalu mahal karena setiap tahun cukai naik dan produksi harus dibatasi,penjualan dibatasi, yang akhirnya yang berkembang adalah rokok ilegal," katanya.
Baca Juga: Gelombang PHK Industri Tembakau Bisa Terjadi Jika Kebijakan Rokok Baru Diberlakukan
Setelah beberapa jam menyuarakan aspirasinya dengan lantang di jalan Rasuna Said, akhirnya pihak Kemenkes yang diwakili oleh Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes RI, Benget Saragih membuka ruang untuk audiensi saat massa melakukan aksi. Benget mengatakan, pihaknya akan melibatkan buruh dalam menyusun RPMK, khususnya terkait kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.
"Terima kasih untuk teman-teman, sesuai kesepakatan bersama. kami sangat menerima aspirasi dan akan melibatkan bapak ibu dalam penyusunan RPMK yang mana yang terdampak adalah buruh ya pak. Kita akan bersama-sama menyusun, ini bukan janji tapi ini akan kita laksanakan," imbuh dia.
Dari hasil pertemuan tersebut, Sudarto mengatakan bahwa terkait dengan aturan kemasan rokok polos tanpa merek merupakan aturan yang dibuat untuk melihat reaksi publik maupun industri rokok itu sendiri. Terkait dengan zonasi larangan penjualan dan iklan rokok nantinya akan ada pembahasan lebih lanjut.
"Tadi soal kemasan polos sudah nggak, mereka udah bilang nggak kok pak, kita juga mikir lah pak, itu kan cek ombak katanya. Nah itu kebiasaan, jadinya ngaku tadi. Ada beberapa yang juga diakui seperti larangan zonasi penjualan produk tembakau dengan radius 200 meter itu nanti lah katanya kita bicarakan. yang penting adalah kita akan dilibatkan," pungkas Sudarto.