Ekonomi Israel Terancam Runtuh Akibat Serang Palestina, 46.000 Usaha Bangkrut

M Nurhadi Suara.Com
Rabu, 09 Oktober 2024 | 16:36 WIB
Ekonomi Israel Terancam Runtuh Akibat Serang Palestina, 46.000 Usaha Bangkrut
Pasukan Israel siapkan invasi darat ke Lebanon. Tank pasukan Israel terlihat di daerah dekat perbatasan utara Israel dengan Lebanon pada Kamis (27/9/2024). ANTARA FOTO/Ayal Margolin/Xinhua/Spt.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Genosida yang dilakukan Israel di tanah Palestina tentu juga memberi dampak serius pada ekonomi Israel. Isu ini semakin menguat usai para ahli mengingatkan bahwa miliaran dolar yang dihabiskan untuk menghancurkan Gaza dan rakyat Palestina bisa menjadi beban berat bagi ekonomi Israel sendiri.

Menurut seorang peneliti ekonomi Israel, saat ini hampir tidak ada tanda-tanda pemulihan. Indikator ekonomi menunjukkan nilai yang lemah, investasi asing dan pariwisata menurun, serta eksodus warga yang meninggalkan Israel membuat masa depan negara itu kian suram.

"Krisis ekonomi hanya akan semakin memburuk. Tidak ada prospek pemulihan," kata ekonom politik Israel, Shir Hever, dalam wawancara dengan Anadolu, dikutip via Antara.

Pernyataan ini sejalan dengan penilaian Yoel Naveh, mantan kepala ekonom di Kementerian Keuangan Israel, yang menyatakan bahwa pemerintah harus bertindak dengan tegas dan segera untuk menghindari risiko krisis.

Baca Juga: Beredar Video Deti-detik Terakhir Keberadaan Yahya Sinwar, Bawa 25 Kg Bahan Peledak Menyusuri Terowongan

Kebijakan Israel saat ini, menurutnya, bisa membuat Israel mengalami krisis terburuk akibat perang hingga resesi yang membahayakan.

Serangan Israel ke Gaza yang menewaskan lebih dari 40.000 warga Palestina  diperkirakan menghasibkan dana hingga lebih dari 67 miliar dolar AS (sekitar Rp1.047 triliun).

Bank Israel menyatakan pada Mei bahwa biaya perang akan melonjak hingga sekitar 250 miliar shekel hingga akhir tahun depan.

Ekonomi Israel hanya tumbuh sebesar 0,7 persen pada kuartal kedua tahun 2024, jauh di bawah prediksi analis Bursa Efek Tel Aviv yang sebesar 3 persen.

Pada bulan Agustus, rasio defisit anggaran terhadap PDB berada pada minus 8,3 persen, meningkat dari minus 7,6 persen pada bulan Juni, minus 6,2 persen pada bulan Maret, dan minus 4,1 persen pada Desember tahun lalu. Pada bulan Agustus 2024 saja, defisit anggaran mencapai 12,1 miliar shekel.

Baca Juga: AS Ikut Campur Saat Israel Hancurkan Gaza, Ada Kesedihan Warga Amerika Serikat: Perlu Ada Perubahan

"Harga-harga tinggi. Standar hidup menurun. Ada inflasi. Nilai mata uang Israel menurun," kata Hever.

Investasi asing ramai hengkang dari negara itu dan 85.000 orang terdampak PHK. Hal ini diperburuk dengan besarnya eksodus yang meninggalkan Israel. 

Tidak hanya itu, masyarakat Israel sendiri pesimis dengan kondisi keamanan negara mereka. 

"Warga tidak ingin membesarkan anak-anak mereka di Israel. Mereka tidak ingin mencari pekerjaan atau belajar di sini. Ini berarti krisis ekonomi hanya akan semakin memburuk. Tidak ada prospek pemulihan," imbuh Hever.

Hever menyebut, semakin banyak orang Israel yang menarik tabungan besar-besaran dan memutuskan meninggalkan negara itu.

Keadaan Darurat yang Konstan

Terkait situasi keuangan domestik, ekonom tersebut mengatakan lebih dari 46.000 bisnis telah bangkrut, sementara entitas yang lebih besar pun merasakan dampak finansial.

"Pelabuhan Eilat juga bangkrut, yang merupakan satu-satunya pelabuhan yang dimiliki Israel di Laut Merah," ujar Hever.

"Pariwisata berada di angka nol. Tidak ada pariwisata. Secara keseluruhan, investasi internasional di Israel hampir nol," sambung dia.

Kekhawtairan terbesarnya adalah sektor teknologi tinggi Israel yang merupakan bagian terpenting dari ekonomi Israel. Paalnya, sebagian besar dari perusahaan itu telah membuka opsi untuk pergi dari Israel karena khawatir tidak bisa beroperasi di Israel dalam kondisi saat ini

"Perusahaan teknologi tinggi ini menggunakan semua sumber daya untuk mencoba pindah lokasi. Mereka sangat khawatir bahwa mereka," katanya.

Para pengusaha pesimis Israel bisa mencapai kondisi damai dalam waktu dekat sehingga ekonomi tidak mungkin stabil. Sementara, pemerintah Israel juga berpotensi akan menyita properti mereka.

Menurut dia, banyak perusahaan Israel yang berusaha 'keluar' atau berinvestasi pada perusahaan di luar negara itu. Contohnya Wiz, perusahaan digital yang berharap segera diakusisi Google.

Sayangnya, Google nampaknya menarik minatnya seiring dengan ketatnya tekanan terhadap Israel yang berdampak pada afiliasi negara itu.

"Google membatalkan kesepakatan ini. Mereka tidak ingin melakukan investasi semacam itu," kata dia.

Ekonomi Israel, kata Hever, bekerja dalam keadaan darurat yang konstan, yang merupakan satu-satunya hal yang mencegah keruntuhan total.

"Orang-orang ingin ada pemilu. Mereka ingin ada proses penyelidikan semua korupsi dan kasus-kasus. Tapi selama situasi militer dan keamanan begitu sulit dan begitu dalam momen darurat, semua ini ditunda" ujarnya.

Pukulan lain terhadap ekonomi Israel adalah gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) global, yang menurut Hever tidak pernah sebanyak dan sekuat saat ini.

Israel, kata dia, berada di sekitar tahap ketiga dan terakhir sanksi. Sanksi tersebut bisa membuat perdagangan Israel dengan negara-negara lain kian terancam. Dampaknya terhadap ekonomi negara itu tidak main-main.

"Ekonomi Israel sangat bergantung pada perdagangan internasional dan perjanjian internasional. Mitra dagang terbesar mereka adalah Uni Eropa."

Keputusan Mahkamah Internasional pada 19 Juli menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina tidak sah dan "membantu pendudukan adalah kejahatan perang," ujarnya.

Ini berarti, lanjutnya, Israel tidak bisa mengimpor bahan untuk infrastruktur kecuali mereka membuktikan bahwa bahan tersebut tidak akan digunakan untuk membuat senjata atau untuk tujuan apapun terkait pemukiman ilegal Israel.

"Ekonomi Israel akan runtuh di bawah sanksi internasional sampai mereka mengakui tuntutan hukum internasional," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI