Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menilai inflasi Indonesia pada September 2024 masih terkendali di angka 1,84 persen secara tahunan (yoy), yang lebih rendah dibandingkan inflasi Agustus 2024 yang mencapai 2,12 persen (yoy).
Realisasi ini masih berada dalam rentang target yang ditetapkan, yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen.
“Capaian ini mencerminkan berbagai langkah yang diambil pemerintah, termasuk optimalisasi operasi pasar murah, fasilitasi distribusi pangan, penyaluran bantuan pangan, pengembangan kios pangan, dan kerja sama antar daerah yang berhasil menjaga stabilitas harga, terutama untuk komoditas pangan,” kata Airlangga dalam keterangan resminya di Jakarta pada hari Senin (7/10/2024).
Secara bulanan, September 2024 mencatatkan deflasi kelima secara berturut-turut dengan angka deflasi sebesar 0,12 persen (mtm).
Baca Juga: RI Alami Deflasi 5 Kali Beruntun, Jokowi Bilang Begini
Deflasi bulanan ini terutama disebabkan oleh penurunan harga pada komponen harga bergejolak (volatile food/VF) yang mengalami deflasi sebesar 1,34 persen (mtm) serta penurunan pada komponen harga yang diatur pemerintah, terutama penurunan harga BBM.
Penurunan harga beberapa komoditas pangan seperti cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, daging ayam ras, dan tomat didorong oleh musim panen yang masih berlangsung di beberapa daerah penghasil.
Secara tahunan, komponen harga bergejolak masih mengalami inflasi sebesar 1,43 persen (yoy), yang tetap berada di bawah sasaran 5 persen sesuai hasil high level meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) 2024.
Komponen inti yang mencerminkan daya beli masyarakat mengalami inflasi sebesar 0,16 persen (mtm) atau 2,09 persen (yoy).
Airlangga menjelaskan bahwa peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kenaikan harga kopi bubuk seiring dengan meningkatnya harga kopi dunia serta biaya pendidikan di perguruan tinggi karena tahun ajaran baru masih berlangsung.
Baca Juga: Gegara Inflasi Terjaga, 75 Persen Masyarakat Puas dengan Kinerja Presiden Jokowi?
Kenaikan inflasi inti juga sejalan dengan tren peningkatan belanja masyarakat sebagaimana dilaporkan dalam Perkembangan Belanja Masyarakat Terkini oleh Bank Mandiri pada September 2024.
“Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tetap memiliki daya beli yang kuat untuk mendukung momentum pertumbuhan ekonomi,” ujarnya, seperti yang dikutip dari Antara.
Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices/AP) mengalami deflasi sebesar 0,04 persen (mtm) atau inflasi sebesar 1,40 persen (yoy), terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas bensin.
Pertamina telah menurunkan harga BBM nonsubsidi pada September 2024 dan penurunan ini masih berlangsung hingga Oktober 2024. Namun demikian, inflasi AP masih tertahan karena adanya pengaruh dari komoditas Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan angkutan udara.
Rating and Investment Information, Inc. (R&I) juga mengonfirmasi peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia pada level BBB+ dengan outlook positif.
“Hal ini menunjukkan kepercayaan internasional terhadap prospek ekonomi Indonesia yang diproyeksikan tumbuh antara 5,0-5,2 persen di tahun 2024. Sinergi antara Pemerintah dan Bank Indonesia telah berhasil menjaga stabilitas harga serta memberikan fondasi yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” jelas Airlangga.
Selain itu, tantangan pelambatan perekonomian global juga memengaruhi aktivitas ekonomi domestik. Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia masih berada dalam level kontraksi sebesar 49,2 pada September 2024, meskipun telah meningkat dibandingkan Agustus 2024 yang tercatat sebesar 48,9.
Keberhasilan tersebut menempatkan Indonesia dalam posisi lebih baik dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya yang mengalami penurunan aktivitas manufaktur seperti Malaysia (dari 49,7 menjadi 49,5) dan Thailand (dari 52,0 menjadi 50,4).
Airlangga menyatakan bahwa pemerintah akan terus mengoptimalkan implementasi kebijakan untuk meningkatkan industri manufaktur melalui hilirisasi sumber daya alam (SDA), penggunaan produk dalam negeri, substitusi impor termasuk peningkatan ekspor, kemudahan berusaha dan investasi serta pengembangan SDM dan teknologi melalui program Making Indonesia 4.0.
“Pemerintah akan terus memastikan pasokan pangan yang cukup, menjaga kestabilan harga, dan mendorong pemulihan sektor-sektor vital seperti industri manufaktur, konstruksi dan pertanian. Dengan berbagai upaya dan kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Bank Indonesia diharapkan dapat mendukung stabilitas harga serta menjaga pertumbuhan ekonomi,” terangnya.