Suara.com - Jika dikelola dengan tidak tepat, atau mempertimbangkan perolehan hasil investasi dengan besaran subsidi yang diberikan, dana haji di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bakal habis tergerus.
Misalnya karena keputusan politik pemberian subsidi untuk biaya haji tahun berjalan yang tidak terkontrol, tidak didasari penghitungan profesional keuangan. Di sisi lain, investasi dana haji yang dilakukan BPKH juga didominasi instrumen keuangan atau surat utang yang menghasilkan return tidak terlalu tinggi.
Perlunya pengelolaan dana haji yang tepat itu, dipaparkan oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB Irfan Syauqi Beik dalam forum Simposium Keuangan dan Ekonomi Syariah yang diselenggarakan Forum Jurnalis Wakaf dan Zakat Indonesia (Forjukafi) di Jakarta pada Kamis (26/9/2024). ’’Jangan sampai 5-15 tahun lagi dana haji habis,’’ katanya.
Menurut Irfan potensi dana habis itu bukan isapan jempol. Dia mengatakan jika hasil investasi atau pengelolaan dana haji tidak seimbang dengan biaya untuk keberangkatan, lama-lama simpanan pokok dana haji bakal tergerus. Belum lagi adanya inflasi dalam biaya-biaya pelayanan haji, yang tidak bisa dikontrol oleh pemerintah Indonesia. Karena hampir seluruh layanan haji, dijalankan di Arab Saudi.
Irfan mengatakan ada dua strategi supaya dana haji di BPKH bisa terus berkesinambungan. Strategi pertama adalah diversifikasi investasi dana haji. Dia mengatakan porsi investasi langsung oleh BPKH perlu mulai ditingkatkan. Selama ini, mayoritas investasi dana haji berupa sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Dia mencontohkan Tabung Haji di Malaysia, yang sama-sama mengelola dana haji seperti BPKH. Saat ini Tabunga Haji Malaysia memiliki banyak anak usaha, yang menjalankan investasi langsung. Bahkan Tabung Haji di Malaysia mulai merambah investasi langsung di sektor teknologi informasi. Karena memiliki potensi imbal hasil atau return yang tinggi.
Strategi yang kedua adalah melakukan revisi atau amandemen UU 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Inti dari amanademen itu, membuat BPKH secara kelembagaan menjadi entitas bisnis yang kuat. Sehingga bisa lebih fleksibel dalam menjalankan misi bisnisnya. Namun tetapi menjalankan asas syariah dan kehati-hatian (prudent).
Untuk diketahui, simposium keuangan dan literasi syariah itu terbagi dalam dua sesi panel. Sesi pertama mengangkat tema "Optimalisasi Pasar Modal dan Perbankan dalam Percepatan Inklusi Keuangan Syariah”. Sesi ini menghadirkan Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Hery Gunardi, Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Rifki Ismal, Kepala Divisi Pasar Modal Syariah Bursa Efek Indonesia Irwan Abdulloh, serta Co Founder & CEO Shafiq, Kevin Syahrizal.
Lalu pada sesi kedua, diskusi panel mengangkat tema “Tantangan dan Peluang Pengelolaan Haji” dengan narasumber Dr Sulistyowati, ME, WMI, CFP salah satu Pimpinan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Lalu Consumer Finance Business Division Head Bank Mega Syariah Raksa Jatna Budi, serta Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Irfan Syauqi Beik.
Simposium Keuangan dan Ekonomi Syariah ini didukung oleh PT Pertamina (persero), Badan Pengelola Kuangan Haji (BPKH), PT Rintis Sejahtera (PRIMA), PT Hutama Karya, Yayasan Jala Surga, PT Semen Indonesia (SIG), Yayasan Amaliah Astra, PT Jasa Raharja, dan PT Pelindo.