Industri Kecantikan Terus Menggeliat, Waspadai Produk Etiket Biru

Tim Liputan Bisnis Suara.Com
Kamis, 26 September 2024 | 17:06 WIB
Industri Kecantikan Terus Menggeliat, Waspadai Produk Etiket Biru
Ilustrasi skincare (Pexels/Ron Lach)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Industri kecantikan di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Banyak brand skincare lokal bermunculan, menawarkan produk yang dijanjikan aman dan berkualitas.

Namun, di balik kemewahan dunia kecantikan, terdapat tantangan besar yang sering dihadapi oleh para pemilik brand, salah satunya adalah jebakan pabrik nakal yang memproduksi produk secara ilegal.

Dokter Oky Pratama, pemilik Bening Skincare, dalam sebuah podcast bersama Dokter Richard Lee, mengungkapkan betapa berbahayanya bekerja sama dengan pabrik yang tidak bertanggung jawab.

Salah satu contohnya adalah praktik tidak etis yang dilakukan oleh seorang pemilik pabrik yang disebutkan dalam podcast sebagai Ibu H. Pabrik ini terlibat dalam penjualan produk dengan etiket biru, sebuah istilah yang mengacu pada produk skincare yang dijual tanpa izin resmi dari BPOM.

Baca Juga: 4 Varian Serum Finally Found You untuk Eksfoliasi hingga Kulit Berjerawat

Produk etiket biru pada dasarnya adalah produk skincare racikan yang seharusnya hanya digunakan dalam lingkungan klinik di bawah pengawasan dokter. Namun, dalam praktiknya, produk ini dijual bebas melalui reseller tanpa regulasi yang ketat.

“Dia tetap memaksakan harus jual etiket biru itu,” ungkap Dokter Oky dalam podcast itu ditulis Kamis (26/9/2024).

Produk tersebut sering mengandung bahan berbahaya seperti hidrokuinon, merkuri, dan steroid, yang dapat merusak kulit jika digunakan tanpa konsultasi dokter.

Sayangnya, pemilik brand yang bekerja sama dengan pabrik seperti ini sering kali tidak menyadari bahaya yang mengintai. Mereka tergiur dengan tawaran produksi murah dan keuntungan cepat, tanpa memeriksa kepatuhan pabrik terhadap regulasi yang berlaku. Ketika produk bermasalah, yang terkena dampaknya bukan hanya pabrik, tetapi juga pemilik brand dan konsumennya.

Dokter Oky juga menjelaskan bagaimana Ibu H menggunakan taktik manipulatif untuk menjerat pemilik brand agar memproduksi di pabriknya.

Baca Juga: Cara Memilih Skincare yang Baik: Panduan Lengkap untuk Kulit Sehat dan Aman

“Dia serakah, mau ambil itu semua,” ujarnya.

Pabrik ini tidak hanya menawarkan jasa produksi, tetapi juga aktif merekrut reseller dari brand lain dan memproduksi produk yang sangat mirip dengan brand tersebut. Praktik seperti ini jelas merugikan pemilik brand yang berusaha membangun reputasi dengan produk yang aman dan berkualitas.

Jika produk tersebut menimbulkan masalah bagi konsumen, nama baik pemilik brand-lah yang tercoreng.

“Aku dipanggil BPOM, namaku yang rusak, bukan dia,” kata Dokter Oky, menggambarkan bagaimana pabrik dapat lepas tangan saat masalah muncul, sementara pemilik brand yang harus bertanggung jawab.

Kasus seperti ini menunjukkan betapa pentingnya bagi para pemilik brand skincare untuk memastikan bahwa mereka bekerja sama dengan pabrik yang mematuhi semua regulasi.

BPOM memiliki aturan ketat tentang produksi dan penjualan produk skincare, dan mengabaikan regulasi ini dapat berdampak buruk pada kesehatan konsumen serta reputasi brand.

Dokter Oky mengingatkan bahwa racikan di klinik berbeda dengan racikan yang dijual bebas. Itu berarti, produk yang dijual secara online atau melalui reseller harus memiliki izin yang jelas dan tidak boleh mengandung bahan berbahaya.

Bekerja sama dengan pabrik yang tidak mematuhi regulasi hanya akan menjerumuskan brand ke dalam masalah hukum dan kehilangan kepercayaan dari konsumen.

"Aku merasa lebih tenang sekarang setelah tidak bekerja sama dengan pabrik itu,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI